#USUTTUNTAS Tragedi Kanjuruhan: Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan dan Koalisi Masyarakat Sipil Somasi Kementerian PUPR untuk Menghentikan Proses Renovasi Stadion Kanjuruhan

Jakarta, 16 Februari 2024 – Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK), bersama dengan koalisi masyarakat sipil dalam kesempatan ini diwakili oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) melayangkan somasi kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), PT Waskita Karya (Persero), dan PT Brantas Abipraya (Persero) atas renovasi Stadion Kanjuruhan yang saat ini sedang berlangsung. Tidak ada ruang dialog yang dilakukan bersama korban dan keluarga korban serta tindakan tersebut mencerminkan adanya upaya penghilangan barang bukti menjadi 2 alasan utama untuk segera menghentikan proses renovasi Stadion Kanjuruhan.

Proses renovasi Stadion Kanjuruhan telah berjalan sejak akhir bulan September 2023 lalu. Diketahui bahwa pelaksana dari proyek ini adalah 2 perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT. Waskita Karya dan PT. Abipraya Brantas. Proyek yang memakan biaya kurang lebih senilai 322 miliar rupiah ini nantinya akan merenovasi sejumlah titik stadion Kanjuruhan, diantaranya tribun yang akan menggunakan single seat, pemasangan atap, perbaikan lintasan atletik, dan perbaikan pada akses pintu masuk stadion. Adapun proses renovasi ini ditargetkan selesai dalam waktu 16 bulan, atau tepatnya akan selesai pada akhir tahun 2024 mendatang.

Bahwa Kementerian PUPR, PT. Waskita Karya, dan PT. Brantas Abipraya dalam menjalankan tugasnya haruslah mengutamakan kepentingan korban dengan tidak melanjutkan proses renovasi stadion Kanjuruhan dan semestinya mengedepankan prinsip keterbukaan dalam membuat keputusan dengan cara memberikan informasi secara terbuka kepada publik dan keluarga korban pada khususnya. Oleh karena tidak adanya proses yang transparan dan partisipasi publik, Kementerian PUPR, PT. Waskita Karya, dan PT. Brantas Abipraya diduga telah melanggar asas kepentingan umum dan asas keterbukaan sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) sebagaimana diatur dalam Poin IV Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

Tidak hanya sampai disitu, renovasi stadion Kanjuruhan semakin menjauhkan korban dan keluarga korban untuk mendapatkan keadilan dari peristiwa ini, serta menunjukan bagaimana negara tidak memberikan nilai-nilai keadilan pada kebijakan yang diambil dalam penyelenggaran negara. Hal ini semakin terang ketika tim TATAK yang mewakili korban dan keluarga korban masih mengajukan Pengaduan Masyarakat (Dumas) Mabes Polri dan saat ini masih dalam proses pemeriksaan. Dengan ini masih terdapat harapan bagi korban dan keluarga korban, menjadikan stadion Kanjuruhan untuk membuat terang peristiwa yang masih jauh dari kata “adil” ini.

Kita mengetahui fakta bahwa hingga sampai saat ini belum pernah ada rekonstruksi langsung di Stadion Kanjuruhan. Hal ini terasa sangat kontradiktif bila kita melihat ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, dan Surat Keputusan (SK) Kapolri No: Pol.Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana menjabarkan bahwa penyelidikan merupakan rangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Pada proses penyelidikan, terdapat rangkaian tindakan penyelidikan salah satunya adalah rekonstruksi pengolahan tempat kejadian perkara (olah TKP). Olah TKP dilakukan untuk mencari dan mengumpulkan keterangan, petunjuk, barang bukti, mencari hubungan antara saksi/korban, tersangka, dan barang bukti, serta memperoleh gambaran modus operasi tindak pidana yang terjadi. Sehingga sepanjang proses penyelidikan berjalan, penting untuk menjaga keutuhan tempat kejadian perkara. Termasuk Stadion Kanjuruhan harus tetap dijaga guna kepentingan hukum dan pendalaman fakta pada peristiwa yang terjadi.

Atas hal tersebut, Kami menilai bahwa agenda untuk merenovasi stadion Kanjuruhan  dijadikan sebagai upaya untuk menghilangkan barang bukti oleh negara. Dan hal ini jelas telah melanggar ketentuan dalam Pasal 221 ayat (1) angka 2 KUHPidana yang menyatakan:  “Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian”.

Bahwa berdasarkan hal-hal yang telah kami jelaskan diatas, kami sebagai penerima kuasa dari keluarga dan korban Peristiwa Kanjuruhan MELAYANGKAN SOMASI kepada Dr. Ir. Basuki Hadimuljono, M.Sc., selaku Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Muhammad Hanugroho selaku direktur utama PT Waskita Karya (Persero), Sugeng Rochadi selaku direktur utama  PT Brantas Abipraya (Persero) untuk dan dalam tempo hingga 26 Februari 2024:

Pertama, Menghentikan seluruh proses renovasi stadion Kanjuruhan;

Kedua, Membuka ruang dialog serta partisipasi bagi para keluarga dan korban atas rencana renovasi stadion Kanjuruhan.

Jakarta, 19 Februari 2024

Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK)
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Lembaga Bantuan Hukum – Pos Malang (LBH Pos Malang)

Narahubung:

0813 3322 8271 (TATAK)
0896 5158 1587 (KontraS)