PTUN Jakarta Kuatkan Putusan Komisi Informasi Pusat: Negara Harus Ungkap Alasan Pemberian Tanda Kehormatan Bintang Jasa terhadap Terduga Pelaku Kejahatan HAM Timor Timur!

Rabu, 20 Februari 2024, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta menguatkan Putusan Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia Nomor 042/XI/KIP-PS-A/2021 terkait sengketa keterbukaan informasi publik antara Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) selaku Pemohon Informasi dan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) selaku Termohon Informasi. Bahwa atas Putusan ini, Negara melalui Kemensetneg harus membuka informasi terkait permohonan informasi yang diajukan oleh KontraS kepada Kemensetneg berupa Keputusan Presiden RI No. 78/TK/Tahun 2021 tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Jasa dan Alasan Pertimbangan mengenai Pemberian Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama kepada Terduga Pelaku Kejahatan HAM Timor Timur (saat ini Timor Leste) Eurico Guterres dan menyatakan bahwa informasi yang dimintakan merupakan informasi terbuka.

Persidangan sengketa keterbukaan informasi publik di tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta ini merupakan upaya panjang masyarakat sipil dalam menuntut akuntabilitas dan transparansi atas pemberian gelar Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, pada 12 Agustus 2021 lalu. Pasalnya, pemberian tanda kehormatan tersebut tidaklah wajar mengingat Eurico Guterres merupakan pihak yang bertanggung jawab dan memiliki rekam jejak buruk dalam kejahatan kemanusiaan di Timor Timur pada 1999. Majelis Hakim Pengadilan HAM Ad Hoc di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 27 November 2002 telah menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Eurico untuk kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Timor Leste karena telah terbukti melakukan Perbuatan Crime Against Humanity berdasarkan pasal 9 huruf a terkait pembunuhan dan Pasal 9 huruf f terkait penyiksaan Undang-Undang No.26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia atas keterlibatannya dalam serangan milisi Aitarak ke rumah Manuel Viegas Carrascalão, seorang pemimpin gerakan kemerdekaan Timor Timur, pada tanggal 17 April 1999. Kemudian, putusan tersebut diperkuat di tingkat kasasi pada tahun 2006 lewat Putusan No. 06 K/PID.HAM AD HOC/2005. Walau kemudian Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) Eurico pada tahun 2008 dan membebaskannya.

Putusan bebas terhadap Eurico Guterres kala itu bukan berarti menunjukan bahwa Eurico sama sekali tidak bersalah dalam peristiwa pelanggaran HAM berat di Timor Timur. Berbagai kesaksian menunjukkan peran Eurico dalam pembantaian warga sipil pro-kemerdekaan Timor Timur. Pada tahun 2003, Eurico Guterres dan enam belas orang lainnya juga didakwa oleh The Deputy General Prosecutor for Serious Crimes of the United Nations Transitional Administration in East Timor (UNTAET) atau Wakil Jaksa Agung untuk Kejahatan Berat pada Pemerintahan Transisi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Timor Timur karena melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan pada tahun 1999. Kemudian juga dalam laporan Komisi Pengakuan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi (CAVR) Timor Leste juga menyebut Eurico sebagai salah satu pelaku utama pembantaian di gereja di Liquica, Timor Timur, yang terjadi pada 6 April 1999. Menurut estimasi PBB, ada setidaknya 200 warga Timor Timur yang dibunuh dalam kejadian tersebut. Meskipun demikian, Eurico belum pernah dibawa ke pengadilan atas kasus tersebut.

Pemberian Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres hanyalah fragmentaris dari kuatnya belenggu impunitas di negara ini; para terduga penjahat HAM tidak hanya dibiarkan melenggang bebas tanpa penghukuman tetapi juga kerap kali mendapat apresiasi, promosi hingga diberikan karpet merah untuk menempati jabatan strategis di pemerintahan. Eurico Guterres dalam hal ini bukanlah satu-satunya terduga pelaku kejahatan HAM di Timor Timur yang diberikan apresiasi dan melenggang bebas tanpa penghukuman. Sejumlah nama lainnya bahkan masih kedapatan eksis di tubuh pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin termasuk juga menjadi figur di balik Calon Presiden 2024-2029 seperti diantaranya Kiki Syahnakri, Sintong Panjaitan, Wiranto, Syafrie Syamsuddin, Hendropriyono termasuk Prabowo Subianto yang kini sedang berpartisipasi dalam kontestasi Pemilihan Umum 2024 lantaran mencalonkan diri sebagai Calon Presiden 2024-2029. Bahkan nama-nama tersebut turut diafirmasi lewat laporan Serious Crimes Unit sebuah unit bentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Timor Leste hingga Komisi Pengakuan, Kebenaran, dan Rekonsiliasi (CAVR) Timor Leste.

Munculnya sejumlah nama dan figur yang diapresiasi maupun diberikan jabatan tersebut tentu mempertontonkan bahwa human rights vetting mechanism tidak pernah dijalankan secara serius dalam sistem politik dan pemerintahan di Indonesia. Adanya para terduga pelaku di tubuh pemerintahan termasuk mengapresiasi para terduga pelaku tentu akan mempersulit pemerintah untuk menjalankan duty to prosecute atau kewajiban untuk melakukan penuntutan terhadap para terduga pelaku. Lebih lanjut, dikuatkannya Putusan Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia Nomor 042/XI/KIP-PS-A/2021 terkait sengketa keterbukaan informasi publik antara KontraS dengan Kemensetneg; menjadi salah satu langkah kecil yang patut diapresiasi bagi jaminan akses informasi masyarakat sipil dalam menilai transparansi dan akuntabilitas Negara dalam mewujudkan praktik demokrasi yang partisipatoris. Hal ini juga sejalan dengan amanat Pasal 2 huruf h Undang-Undang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, yang menjelaskan bahwa pemberian Tanda Kehormatan harus dilakukan secara transparan, terbuka, dan dapat dikontrol secara bebas oleh masyarakat luas. Dengan demikian, sudah sepatutnya Kemensetneg membuka akses informasi tersebut. Terlebih, penerima Tanda Kehormatan juga mendapat sejumlah hak yang melibatkan kepentingan umum termasuk berhak diberi sejumlah uang sekaligus atau berkala, yang mana uang tersebut bersumber dari pajak rakyat sebagaimana termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2010 sebagai aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan. Atas dasar hal tersebut, kami mendesak agar:

Pertama, Kementerian Sekretariat Negara mentaati putusan Majelis Hakim PTUN Jakarta Nomor 541/G/KI/2023/PTUN.JK yang diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum secara elektronik melalui Sistem Informasi Pengadilan, pada hari Selasa, Tanggal 20 Februari 2024, yang telah dinyatakan in kracht van gewijsde berupa:

  1. Menolak permohonan dari Pemohon Keberatan/dahulu Termohon Informasi;
  2. Menguatkan Putusan Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia Nomor 042/XI/KIP-PS-A/2021 tanggal 10 Oktober 2023;
  3. Menghukum Pemohon Keberatan/dahulu Pemohon Informasi untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 233.000 (dua ratus tiga puluh tiga ribu rupiah);

Kedua, Kementerian Sekretariat Negara memuat salinan informasi berupa Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia No. 78/TK/Tahun 2021 tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Jasa dan alasan pertimbangan mengenai pemberian Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres disertai dengan rincian yang memuat secara keseluruhan mengenai hasil penelitian, pembahasan, dan verifikasi usulan pemberian Tanda Kehormatan; di halaman website resmi Kemensetneg dikarenakan dalam pertimbangan dan pendapat Majelis Komisioner sebelumnya menyatakan bahwa informasi a quo adalah informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala sesuai UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan sesuai Pasal 3 huruf a UU KIP menyatakan bahwa warga negara berhak untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik telah dijamin oleh konstitusi dan hukum positif.

Ketiga, Presiden beserta jajarannya menghentikan praktik impunitas dengan menjalankan duty to prosecute atau kewajiban untuk melakukan penuntutan terhadap para terduga pelaku termasuk menghentikan praktik peniadaan human rights vetting mechanism dalam sistem politik dan pemerintahan guna menjamin ketidak berulangan peristiwa kejahatan HAM terjadi di masa yang akan datang.

Jakarta, 21 Februari 2024

Badan Pekerja KontraS

Dimas Bagus Arya

Koordinator

Narahubung: 082175794518