Minim Transparansi dalam Agenda Renovasi: Koalisi Masyarakat Sipil dan Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan Melaporkan Dugaan Maladministrasi Renovasi Stadion Kanjuruhan

Pada hari Jumat 1 Maret 2024 lalu, Koalisi Masyarakat Sipil dalam kesempatan ini diwakili oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama dengan Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK) mendatangi kantor Ombudsman Republik Indonesia guna melaporkan dugaan tindakan maladministrasi yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) atas renovasi stadion Kanjuruhan di Kabupaten Malang Jawa Timur.

Pelaporan ini merupakan langkah advokasi lanjutan atas upaya yang sebelumnya telah kami lakukan. Sebelumnya, baik dari TATAK dan Koalisi Masyarakat Sipil telah mengirimkan surat guna merespon Kementerian PUPR beserta perusahaan milik negara yang berencana merenovasi stadion Kanjuruhan. Diawali pada 23 Januari 2024 lalu TATAK telah mengirimkan surat terbuka kepada Kementerian PUPR, PT. Waskita Karya, dan PT. Brantas Abipraya. Kemudian, pada 16 Februari 2024, TATAK bersama dengan KontraS mengirimkan surat somasi secara langsung ke alamat kantor pihak terkait dan meminta agar melaksanakan tuntutan dalam jangka waktu 7 hari sejak tanggal yang tertera didalam surat atau tepatnya jatuh pada tanggal 26 Februari 2024. Sampai dengan habisnya tenggat waktu, baik Kementerian PUPR, PT. Waskita Karya, dan PT. Brantas Abipraya tidak pernah menjalankan tuntutan, bahkan sama sekali tidak merespon surat somasi yang telah dilayangkan koalisi.

Kami menilai bahwa Kementerian PUPR telah melakukan tindakan maladministrasi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Tak ayal, atas minimnya informasi yang diberikan kepada masyarakat serta tidak terbukanya ruang-ruang dialog semakin menguatkan bahwa perbuatan dari Kementerian PUPR, PT. Waskita Karya, dan PT. Brantas Abipraya merupakan tindakan maladministrasi. Adapun tindak maladministrasi yang kami maksud adalah Red Tape, yaitu  penyakit birokrasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan yang berbelit-belit, memakan waktu lama, meski sebenarnya bisa diselesaikan secara singkat. Padahal upaya ini penting kami tempuh guna menuntut transparansi dan akuntabilitas Pemerintah di balik alasan untuk merenovasi stadion Kanjuruhan.

Lebih lanjut, saat ini masih terdapat upaya hukum yang masih berjalan yaitu Pengaduan Masyarakat (Dumas) yang diajukan oleh TATAK di Mabes Polri. Sehingga stadion Kanjuruhan merupakan barang bukti yang sangat krusial guna membuat terang peristiwa. Alih-alih mempertahankan dan menjaga alat bukti, Kementerian PUPR bersama dengan kedua BUMN tersebut justru tetap akan mewujudkan rencana renovasi stadion ini. Sehingga kami memandang keputusan Kementerian PUPR untuk merenovasi stadion Kanjuruhan merupakan tindakan melawan hukum dan pengabaian hukum yang menimbulkan kerugian bagi keluarga dan juga korban tragedi Kanjuruhan.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas dan fungsi pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, maka kami mendesak Ombudsman Republik Indonesia untuk:

Pertama, Menerima, memeriksa secara akuntabel dan transparan laporan koalisi masyarakat sipil dan Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan perihal dugaan tindakan maladministrasi renovasi stadion Kanjuruhan yang dilakukan oleh Kementerian PUPR, PT. Waskita Karya, dan PT. Brantas Abipraya;

Kedua, Menyatakan tindakan maladministrasi PT. Waskita Karya, dan PT. Brantas Abipraya dalam melakukan renovasi stadion kanjuruhan

 

Jakarta, 13 Maret 2024

Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK)
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)

 

Narahubung:
0813 3322 8271 (TATAK)
0896 5158 1587 (KontraS)