40 HARI PENEMBAKAN PDT IRIANTO KONGKOLI: KINERJA POLISI DIPERTANYAKAN

40 HARI PENEMBAKAN PDT IRIANTO KONGKOLI:
KINERJA POLISI DIPERTANYAKAN

Kami mendesak KAPOLRI Jend.(Pol) Sutanto untuk memastikan kinerja aparat kepolisian yang maksimal dan sungguh-sungguh dalam pengungkapan rangkai kekerasan di Poso, termasuk peristiwa penembakan terhadap Pdt. Irianto Kongkoli.

Sabtu besok, 25 November 2006, tepat 40 Hari Penembakan Pdt Irianto Kongkoli, STh, MTh, Sekretaris Umum Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) oleh orang tak dikenal pada 16 Oktober 2006 lalu.
  
Kami menyayangkan bahwa sampai dengan saat ini tidak ada satu pun upaya penegakan hukum oleh aparat kepolisian yang menunjukkan hasil memuaskan. Dalam perjalanannya, kasus pembunuhan ini telah menjadi komoditas politik pemerintah (MENKO POLKAM, BIN dan Kepolisian) yang mengaitkannya pada isu terorisme dan pembangkangan kelompok masyarakat setempat yang dituding sebagai pelaku untuk menyerahkan diri. Padahal seharusnya, dengan kapasitas, perangkat dan kemauan untuk menjalankan tugas penegakan hukum, aparat Kepolisian sudah bisa bergerak lebih jauh untuk mengungkap kasus ini.

Dalam catatan Kontras Sulawesi, kegagalan aparat Kepolisian di Poso bukan yang pertama kali. Sepanjang 2006, beberapa kasus sebelum penembakan Pdt Kongkoli juga tak terungkap, yaitu kasus penembakan warga Desa Tangkura, Poso Pesisir Selatan, Jhon Tobeli pada 6 September 2006 dan penembakan Nella Salianggo, warga Jl. Tabatoki, Kelurahan Kawua, Poso pada 9 September 2006.
  
Belum terhitung kekerasan berupa teror bom, seperti  yang terakhir terjadi di perbatasan Sayo-Kawua pada Sabtu, 30 September 2006, sehingga menyebabkan konsentrasi  massa muslim-kristen setempat. Sejak 9 Januari 2006 terdapat 10 kasus penemuan Bom dan 2 kasus ledakan bom di Poso dan Palu.
  
Kami menyimpulkan bahwa aparat kepolisian belum bekerja profesional terhadap rangkaian kasus kekerasan dan teror yang terjadi. Aparat Kepolisian cenderung masuk dalam wilayah konflik kepentingan di wilayah Poso, sehingga gagal memastikan upaya penegakan hukum yang adil dan akuntabel, terutama terkait dengan penelusuran dan pengungkapan aktor-aktor utama dalam kemelut Poso. Hal ini tampak dari munculnya pernyataan-pernyataan retorik dari Kepolisian untuk menutupi kegagalan-kegagalan kinerja mereka. Sebagai akibatnya, muncul keraguan dari kalangan masyarakat perihal kemampuan dan kemauan aparat kepolisian untuk melakukan tindakan preventif dan meminimalisir kekerasan di Poso.

Kami juga menuntut Pemerintah, dalam hal ini Presiden untuk mengambil sikap politik yang tegas dengan mengefektifkan kerja-kerja institusi di bawahnya untuk segera melakukan langkah-langkah konkret bagi penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi sejak 1998. Kekerasan berkepanjangan ini harus segera dihentikan dengan upaya komprehensif yang kredibel.

Di sisi lain, kami meminta DPR (khususnya Komisi III) dan DPD untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja pemerintah dalam penyelesaian konflik Poso, terutama terkait kinerja Kepolisian dalam upaya penegakan hukum yang selalu gagal di Poso.

Jakarta, 23 November 2006

KONTRAS
KONTRAS SULAWESI
IMPARSIAL

HRWG