Sahabat Munir Menagih Janji Presiden SBY

TEMPO.CO, Batu — Para sahabat almarhum Munir Said Thalib alias Munir memperingati ulang tahun ke-47 dan sewindu kematian pejuang hak asasi manusia (HAM) itu di Alun-alun Kota Batu, Jawa Timur, Minggu, 2 Desember 2012. Acara berlangsung hingga Senin besok.

Peringatan bertajuk "Menafsir Munir Melawan Lupa" yang dikemas sebagai pergelaran seni dan budaya itu ditujukan untuk selalu mengingat jasa Munir sekaligus menagih janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang pernah mengatakan kasus Munir sebagai ujian sejarah kita. Menurut para Sahabat Munir, janji SBY harus ditunaikan dengan mengungkap dan memenjarakan dalang pembunuh Munir pada 7 September 2004.

Rangkaian acara diawali dengan berdoa di makam Munir di Tempat Pemakaman Umum Kelurahan Sisir. Suciwati, istri Munir, hadir bersama kedua anaknya, Sultan Alif Allende dan Diva Suukyi Larasati.

Turut berziarah sejumlah seniman, seperti Butet Kartaredjasa dan Djaduk Ferianto, budayawan pendiri majalah Tempo Goenawan Mohamad, Arswendo Atmowiloto, dan Romo Sindhunata, sosiolog Thamrin Amal Tamagola, serta Ketua Dewan Pengurus Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) Usman Hamid dan Hendardi dari Komisi Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum).

Peziarah menabur bunga seraya meletakkan gambar Munir, dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, sambutan oleh Butet Kartaredjasa dan Usman Hamid, dan ditutup dengan doa yang dipimpin Alif, panggilan akrab putra sulung Munir.

Dalam sambutannya, Butet mengatakan kehadiran sahabat-sahabat Munir bukan untuk merayakan ulang tahun dan kematian Munir, dan bukan pula sekadar bersejarah, melainkan memperingati jasa dan ketokohan Munir dengan menyatukan tekad dan semangat untuk meneruskan perjuangan Munir.

"Kami berkeinginan merawat dan membela HAM, kemanusiaan, keadilan seperti yang Cak Munir cita-citakan. Selanjutnya kami mohon izin kepada Sampean untuk meneruskan semangat perjuangan Sampean karena masih ada yang berutang janji atas kematianmu, Cak Munir," kata Butet.

Penegasan serupa disampaikan Djaduk Ferianto. Ia menyebut semangat dan keberanian Munir luar biasa menginspirasi rakyat Indonesia untuk berani menentang penindasan dan kesewenang-wenangan. "Kami berjuang sampai terjawab siapa dalang pembunuhan Munir. Kita pun berharap kemunculan banyak Munir baru yang mampu meneruskan teladan perjuangan Munir," ujar Djaduk.

Semangat Munir hadir di alun-alun. Sekitar 5.000 gambar Munir berwarna-warni mengelilingi alun-alun. Gambar-gambar itu dipasang di seutas tali sepanjang tepi luar alun-alun dan digantung di pohon-pohon asli dan pohon buatan.

Di sisi timur alun-alun dibangun panggung besar. Suciwati membacakan surat untuk Presiden SBY ditemani Alif dan Diva. Suciwati mengingatkan SBY agar tidak terlena menjadi presiden; bahwa sebagai Kepala Negara, SBY memiliki janji menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM.

"Dua dekade Anda duduk di sana (sebagai presiden), masih ingatkah terhadap kasus pembunuhan Munir? Semua rakyat Indonesia masih mengingat janji Anda, termasuk meminta agar kasus-kasus HAM, korupsi, dan kekerasan lainnya segera dituntaskan. Saya ingat Anda berjanji menuntaskan kasus Cak Munir, tapi pelaku sebenarnya masih bebas. Jangan-jangan kursi Presiden membuat Anda lengah dan terlena," demikian sebagian isi surat yang dibacakan Suciwati, istri mendiang Munir.

Di akhir surat ia menegaskan bahwa janji SBY terus diingat dan ditagih sampai kapan pun. Itulah sebabnya Suciwati dan kawan-kawan rutin melakukan aksi damai Kamisan di depan Istana Negara. "Salam dari saya, seorang perempuan, seorang istri, seorang ibu, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, yang dipisahkan dari seorang suami dan sekaligus ayah bagi dua anak kami dengan cara dibunuh," ucap dia, menyudahi pembacaan surat.

Acara dilanjutkan dengan orasi budaya oleh Goenawan Mohamad. Menurut Goenawan, ketokohan Munir tidak hanya berskala nasional, tapi sudah mendunia. Ia yakin, bila masih hidup dan terus berjuang untuk membela HAM atau nilai-nilai universal kemanusiaan, Munir bisa mendapat Nobel Perdamaian.

Setelah itu, giliran Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin dan Ketua Komisi Nasional HAM Otto Nur Abdullah menyampaikan testimoni mereka tentang Munir.

Acara dilanjutkan dengan pentas seni, seperti pembacaan puisi oleh Sitok Srengenge dan orkes Sinten Remen oleh Djaduk dan kawan-kawan. Djaduk membawakan lagu berjudul Maling Budiman, Janji Palsu, Omdo (Omong Doang), Eo Yae, dan Reformasi Haru.