Penyerbuan Cebongan, Kontras Desak Kapolda Diadili

Jakarta – Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, mengatakan, Kepala Kepolisian Daerah Yogyakarta, waktu itu Brigadir Jenderal Sabar Rahardjo, harus dimejahijaukan dalam kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, Yogyakarta. Menurut dia, Kapolda ikut bertanggung jawab sehingga insiden tersebut terjadi.

"Kapolda harus juga diseret ke pengadilan. Kapolda harus ikut bertanggung jawab," kata Haris, Rabu, 19 Juni 2013.

Menurut Haris, Kontras menemukan fakta adanya peran dan keterlibatan polisi sebelum penyerangan ke Cebongan. Kepolisian diduga tidak mau melindungi empat korban Cebongan. "Dalam temuan kami, polisi tidak mau melindungi mereka. Karena itu, polisi memilih menempatkan korban di tempat di luar wewenang polisi," kata Haris.

Selain Kapolda, Haris juga menduga petinggi TNI di DIY maupun di Kopassus ikut bertanggung jawab. Paling tidak, kata dia, mereka terlibat karena tidak mampu mencegah dan membiarkan pembunuhan tersebut terjadi.

Penyerangan ke LP Cebongan terjadi pada Sabtu, 23 Maret 2013. Tim investigasi TNI Angkatan Darat membeberkan bahwa pelakunya sebanyak 12 anggota Komando Pasukan Khusus Grup 2 Menjangan, Kartasura, dengan menggunakan senjata laras panjang dan pistol. Seorang di antaranya, berinisial U, dinyatakan sebagai eksekutor.

U disebut menembak mati empat tahanan titipan Kepolisian Daerah DIY bernama Hendrik Angel Sahetapi alias Deki, 31 tahun, Yohanes Juan Manbait (38), Gameliel Yermianto Rohi Riwu alias Adi (29), dan Adrianus Candra Galaja alias Dedi (33). Keempatnya adalah tersangka pembunuhan anggota Kopassus Sersan Kepala Heru Santoso di Hugo’s Cafe, Sleman, pada Selasa, 19 Maret 2013.

Mulanya mereka ditahan di sel Polda DIY. Sabtu pagi sebelum kejadian, mereka tiba-tiba dipindahkan ke LP Cebongan dengan alasan sel Polda akan diperbaiki. Haris melihat hal tersebut sebagai kejanggalan.

Menurut Haris, penyerangan ke Cebongan itu terencana dan sistematis. Indikasinya terlihat dari menyebarnya informasi kedatangan anggota Kopassus ke Sleman setelah peristiwa Hugo’s Cafe. Polda dan Komando Militer pun membahas informasi tersebut bersamaan dengan kasus Hugo’s Cafe.

"Ini yang harus digali, ada sesuatu sebelum kejadian. Ada apa pada 19 pagi sampai 22 Maret? Di situlah unsur keberencanaannya," kata Haris.

Indikasi terencana dikuatkan dengan pasal sangkaan kepada tersangka, di antaranya Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman pidana hukuman mati atau seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara. Dikutip dari website Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, hanya dua tersangka yang terlepas dari sangkaan pasal hukuman mati, yaitu Sersan Mayor Rokhmadi cs. Rokhmadi cs disangka Pasal 121 ayat (1) KUHP-Militer jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Sepuluh tersangka lainnya dijerat Pasal 338 dan 351 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 103 ayat (1) jo ayat (3) ke-3 KUHP-Militer. Kasus tersangka dipisah menjadi empat berkas. Yaitu satu berkas untuk Sersan Dua Ucok Tigor Simbolon cs, berkas Sersan Satu Tri Juwanto cs, berkas Sersan Dua Ikhmawan Suprato cs, dan berkas Sersan Mayor Rokhmadi cs. Persidangan perdana akan digelar Kamis besok, 20 Juni 2013.