SIARAN PERS
No : 08/SP-KontraS/III/04
MENANGGAPI
PEMILU ACEH DIBAWAH DARURAT MILITER
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS) menyesalkan keputusan pemerintah untuk tetap melaksanakan Pemilu 2004 di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dalam status perpanjangan darurat militer kedua. Keputusan ini diambil berdasarkan kepentingan terselenggaranya Pemilu pada waktu yang bersamaan di seluruh Indonesia, tanpa memperhatikan konteks perwilayahan Pemilu dan asas-asas yang harus dipenuhi untuk menghasilkan Pemilu yang legitimated dan demokratis. Pemerintah masih memandang bahwa Darurat Militer merupakan kebijakan paling tepat untuk menghadapi permasalahan, khususnya berkaitan dengan pengamanan Pemilu 2004 di NAD.
Kontras memandang bahwa kebijakan untuk tetap melaksanakan Pemilu semasa darurat militer di Aceh akan meghadapi sejumlah persoalan penting dan kompleks, yang antara lain meliputi :
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, sebenarnya dapat disimpulkan bahwa kehendak untuk tetap melangsungkan Pemilu di NAD tidak berdasarkan pada kalkulasi politik yang memadai dalam konteks pemilu demokratis. Terhadap keinginan pemerintah yang tetap memaksakan pelaksanaan pemilu di NAD, dimana pandangan bahwa pemilu tidak signifikan bagi penyelesaian persoalan Aceh dinegasikan dan dipandang penting adanya partisipasi rakyat NAD dalam pemilu, inter alia dianggap penting oleh negara untuk menyelenggarakan pemilu, maka pilihan-pilihan berikut dapat menjadi tawaran solusi untuk penyelesaian problem pelaksanaan pemilu di NAD.
Pertama , dengan membuka ruang bagi pengawasan pemilu seluas-luasnya, melibatkan pemantau sukarela lembaga-lembaga dalam negeri maupun internasional. Belajar dari pengalaman PBB dalam konteks pemilu Pemerintah Indonesia bisa saja meminta otoritas internasional membantu menjaga keamanan pemilu serta mengawasi jalannya pemilu. Apalagi pemerintah melalui pernyataan yang disampaikan Menkopolkam menyatakan tidak berminat untuk “menutup-nutupi pemilu di NAD†. Apalagi saat ini pemerintah juga sudah membuka diri terhadap beberapa lembaga asing untuk berada di NAD seperti ICRC, UNESCO, UNDP dan World Food Program.
Kedua , dengan menyediakan jaminan keamanan yang normal. Dalam penjelasan atas UU No 12/2003, pengertian asas bebas dalam penyelenggaraan pemilu adalah, “Setiap warga negara yang berhak memilih bebasa menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Didalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin kemanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannyaâ€. Karena keadaan darurat militer tidak memadai untuk memenuhi asas-asas pemilu, maka perlu dipertimbangkan revisi yang “rasional†terhadap Keppres 97/2003 dengan menurunkan statusnya menjadi darurat sipil, atau mencabut sama sekali dan menetapkan mekanisme pengerahan berdasarkan UU No 3/2002 Tentang Pertahanan Negara. Sehingga ketika pemerintah tetap memandang perlu adanya operasi militer, pemerintah dapat memberlakukan secara terbatas berdasarkan kewenangan UU tersebut.
Ketiga , melaksanakan pemilu dibwah traktaat gencatan senjata. Mengingat bahwa pihak-pihak yang bertempur dilapangan sama-sama berpotensi untuk menyalah gunakan momentum pemilu untuk kepentingan operasi perang, maka menjadi penting untuk membuat kespakatan ini. Momen pemilu ini juga dapat digunkan untuk mendorong kembali dialog dan perundingan.
Jakarta, 9 Maret 2004
Badan Pekerja
Mufti Makaarim A
Kabid. Operasional
Ada banyak istilah yang digunakan beberapa negara, antara lain ‘state of exeption’, ‘state of emergency’, ‘state of alarm’, ‘state of sige’, atau ‘martial law’.