Teror Meluas: KELUARGA KORBAN PENCULIKAN MELAPOR KE MARKAS BESAR POLRI

Jakarta, Kompas
Keluarga empat aktivis Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) yang menjadi korban penculikan, Rabu (23/8), mendatangi Mabes Polri untuk secara resmi melaporkan mengenai hilangnya anggota keluarga mereka tersebut. Sementara teror yang berkaitan dengan kasus hilangnya empat aktivis KPA itu tambah meluas.

Seorang warga Bandung yang kebetulan diminta mengambil faksimili di sebuah wartel oleh seorang staf KPA Bandung, mendapatkan teror dari tiga lelaki berambut cepak dan berbadan tegap, agar dia tidak berurusan lagi dengan KPA dan meributkan soal penculikan aktivis KPA itu.

 Keluarga keempat aktivis KPA yang hilang datang ke Mabes Polri didampingi pengurus KPA, Kontras, dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI). Mereka diterima oleh Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Mabes Polri, Brigjen (Pol) Dadang Garnida beserta beberapa staf Mabes Polri Menurut Johnson Panjaitan dari PBHI, pertemuan kemarin baru mendiskusikan kasus penculikan itu dan membicarakan segalakemungkinan dan belum sampai pada pembuatan berita acara.

Pada hari yang sama, sekitar 30 aktivis Jaringan Kota (Jarkot) melakukan unjuk rasa di depan Polda untuk menuntut jajaran Polri bertanggung jawab atas hilangnya empat aktivis Bandung. Mereka juga menuntut Ketua MPR Amien Rais dan Ketua DPA Akbar Tandjung bertanggung jawab atas hilangnya para aktivis KPA itu. Selain Jarkot, sebanyak 15 orang dari Komite Mahasiswa dan Pemuda Peduli Indonesia juga berunjuk rasa di Polda menyampaikan aspirasi yang sama.
 
Tak terlibat
Sementara Kepala Kepolisian Daerah Polda Metro Jaya Inspektur Polisi Nurfaizi menyatakan tidak ada keterlibatan Polri dalam kasus hilangnya keempat aktivis itu. "Kalau ada anak buah saya yang terlibat akan saya sikat," katanya. Sedangkan Kapolri Jenderal Rusdihardjo di tempat terpisah juga menegaskan bahwa polisi akan mencari aktivis yang hilang itu. "Kami berusaha keras untuk mencarinya karena biar bagaimanapun kalau ada warga negara yang hilang polisi ikut bertanggung jawab atau bertugas mencari. Itu tugas suci," katanya.

Rusdihardjo menolak menjawab kemungkinan bahwa "penculik"-nya oknum aparat tentara atau oknum aparat polisi. "Kami belum punya petunjuk dan bukti itu dilakukan aparat," katanya. Berambut cepak Ketua KPA Dianto Bachriadi memaparkan, pelaku perusakan rumah Usep sudah mulai diketahui. Pelaku yang berjumlah tiga orang itu datang dengan menggunakan kendaraan Toyota Hardtop dan sempat salah rumah. Mereka masuk ke rumah tetangga Usep yang disangka kosong, namun kemudian ditemui penghuni rumah itu. Mereka menanyakan apakah ini rumah Usep, begitu dijawab bukan, mereka lalu menanyakan rumah
Usep.

Ketiga lelaki itu berbadan tegap dan berambut cepak. Mereka jugalah yang diduga mengancam orang yang diminta staf KPA Bandung untuk mengambil faksimile di sebuah wartel, karena ketika itu faksimile kantor KPA Bandung sedang rusak," jelasnya. Ketua KPA menambahkan, penghilangan keempat aktivis sangat berkaitan dengan kepentingan ekonomi sejumlah orang yang bakal hilang kalau reformasi agraria dijalankan. Apalagi KPA juga mendapatkan masukan dari seorang anggota DPR sebelum Sidang Tahunan MPR digelar, bahwa Tap mengenai reformasi agraria ini hampir lolos, tetapi kemudian digagalkan oleh lobi kelompok bisnis yang berhubungan dengan penguasaan tanah besar.

Sementara menurut Ketua Badan Pengurus PBHI Hendardi, segala kemungkinan dalam kasus penculikan, termasuk penculikan Djaffar Siddiq, harus dibuka. Ada dugaan kuat jika melihat dari sudut kepentingan, bisa saja penculikan itu berkaitan dengan anasir politik kekuatan lama, untuk membuat situasi instabilitas terus menerus di dalam negeri. Itu terlihat polanya dalam 10 bulan pemerintahan Abdurrahman Wahid.

Penculikan aktivis itu, tambah Hendardi, bisa saja untuk memberikan kesan bahwa pemerintah yang baru sekarang ini sama saja dengan pemerintahan yang lalu. Hal itu berkaitan dengan proses politik yang begitu lambat untuk memutuskan hubungan dengan masa lalu, dengan Orde Baru. "Karena itu pemutusan dengan masa lalu,
dengan Orde Baru, itu harus didesakkan terus kepada unsur-unsur negara lainnya, agar peristiwa seperti ini tidak terus dimainkan," tegasnya.(msh/rts/oki)