Dukungan ke Chandra-Bibit Meluas

JAKARTA– Dukungan dan simpati untuk dua pimpinan KPK nonaktif Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto meluas. Bukan hanya dari tokoh nasional, para politisi, melainkan datang dari ibu-ibu rumah tangga dan masyarakat, termasuk melalui facebook.

Setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri (BHD) memberikan keterangan pers, “Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto” malah makin laris. Hingga pukul 20.23, Jumat (30/10), dukungan hampir mencapai 50 ribu.

Sementara dukungan ibu-ibu datang dari Yayasan Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan (YGPSP). Sekitar 6 wanita berusia 50-80 tahun itu kecewa dengan penahanan itu. “Kami kecewa dan kaget telah terjadi penahanan tersebut. Keduanya kan selama ini kooperatif,” kata Ketua YGPSP Hermandari Kartowisastro.
Bibit dan Chandra resmi ditahan Kamis 29 Oktober 2009. Mereka disangkakan melakukan pemerasan terhadap buron KPK Anggoro Widjodjo. Saat ini KPK masih memproses kasus korupsi PT Masaro Radiokom dengan tersangka Anggoro.

Atas penahanan itu, pimpinan KPK akan mengajukan penangguhan penahanan secepatnya. Pimpinan KPK kompak akan menjaminnya. “Kita ajukan secepatnya. Pimpinan KPK menjaminnya,” kata Kabiro Hukum KPK Chaidir Ramli di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta.
Mereaksi penahanan itu, sejumlah tokoh nasional memberikan dukungan agar kedua pimpinan KPK nonaktif itu tidak ditahan. Mereka seperti anggota Wantimpres Adnan Buyung Nasution, mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafi’i Ma’arif, mantan Ketua MPR Hidayat Nurwahid, mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, Menkominfo Tifatul Sembiring, dan Sekjen TII Teten Masduki.

Di Kantor Imparsial, Jumat (30/10), para tokoh membuat pernyataan sikap koalisi masyarakat sipil itu berjudul ”Indonesia Darurat Keadilan.” Pernyataan ini ditandatangi sejumlah tokoh, di antaranya MM Billah, Asmara Nababan, Teten Masduki, Bambang Widodo Umar, Neta S Pane, Chalid Muhammad, dan Ade Rostina Sitompul, Rusdi Marpaung, Syamsuddin Haris, Saldi Isra, Poengky Indarti, Dadang Tri Sasongko, Zainal Arifin Mukhtar, Danang Widoyoko, Heru Hendratmoko, Nezar Patria, Faisal Basri, Goenawan Mohamad, Edwin Partogi, dan Suciwati.
”Kami mendesak Presiden untuk menonaktifkan pejabat-pejabat yang namanya disebut dalam transkrip rekaman untuk memudahkan pengusutan,” ujar Danang, koordinator ICW.

Selain itu, koalisi mendesak presiden membentuk tim penyelidik independen untuk mengusut dugaan keterlibatan petinggi-petinggi Kepolisian dan Kejaksaan Agung dalam skenario penetapan tersangka Bibit dan Chandra. ”Apabila terbukti, maka pejabat tersebut harus diberhentikan dan diproses secara hukum.”

Andan Buyung pun berpendapat tidak ada alasan polisi menahan Chandra dan Bibit. Karena itu, dia meminta agar kedua wakil ketua nonaktif KPK itu dikeluarkan dari sel tahanan.

“Sementara keluar dululah dua orang itu. Kalau mereka berdua bersalah, toh, nanti mereka berdua di pengadilan bisa dibuktikan. Mengapa mereka harus teraniaya?” kata Adnan Buyung saat ditemui dalam sebuah acara di Hotel Ritz-Carlton, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (30/10).
Menurut Adnan, Chandra dan Bibit adalah orang-orang yang terhormat. Dia yakin tidak akan melarikan diri, mengulangi kejahatan, atau bahkan menghilangkan barang bukti, karena telah disita. “Jadi apa alasannya harus ditahan?” tanya pria berambut putih ini.

Simpati dan dukungan juga datang dari mantan ketua PP Muhammadiyah. “Kesadaran hukum dan rasa keadilan mayarakat tidak rela melihat perlakuan yang diberikan terhadap Chandra dan Bibit. Artinya terasa ada keganjilan,” kata mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafi’i Ma’arif.

Menurut Syafi’i, mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hadjapamengkas sampai heran mengapa perlakuan polisi terhadap pimpinan KPK sekarang sangat berbeda dengan periode sebelumnya. “Anda lihat juga pembela KPK. Mereka yakin betul kedua pria tersebut tidak bersalah,” kata Syafi’i.
Syafi’i berharap, Presiden tidak cuma mendengar informasi dari satu pihak Presiden harus menerima second opinion dari elemen masyarakat dalam memandang kasus Chandra dan Bibit dari perspektif berbeda. 


Surati Susno

Untuk menyakinkan dukungannya, mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, Jumat (30/10), mengantarkan surat kepada Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji. Ia meminta Bareskrim menahan dirinya karena telah melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan Bibit dan Chandra.
“Saya mengajukan surat permohonan penahanan terhadap diri saya. Kalau keduanya ditahan karena penyalahgunaan wewenang (pencekalan), saya juga pernah melakukan itu. Oleh karena itu, saya juga harus ditahan dan dijadikan tersangka,” kata Erry usai mengantarkan langsung surat itu di Bareskrim Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta.

Salah satu poin dalam surat itu Erry mengatakan ”Bilamana hal tersebut menjadi alasan penetapan status tersangka dan penahanan terhadap mereka, maka demi memastikan upaya penegakan hukum yang nondiskriminatif, seluruh atau sebagian besar pimpinan KPK, termasuk mereka yang sudah menjadi mantan pimpinan KPK, terutama saya sendiri, telah pula menjalankan kewenangan teknis serupa.

Sehingga kepolisian layak untuk menetapkan semua pimpinan termasuk mantan semua pimpinan KPK sebagai tersangka.”
Mantan Ketua MPR Hidayat Nurwahid menyesalkan dilakukannya penahanan terhadap Bibit dan Chandra. Tindakan itu terlalu tergesa-gesa dan alasannya tidak mendukung.

”Selain itu, langkah Polri sangat tidak mendukung untuk menghadirkan kepercayaan publik tentang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia,” katanya.
Sekjen TII Teten Masduki menduga akan terjadi akumulasi kemarahan masyarakat jika kebohongan ditutupi. “Ini riskan kalau kemarahan dibiarkan. Masyarakat mencatat kehancuran KPK terjadi pada masa pemerintahan SBY,” tegasnya.

Teten mendesak Presiden untuk turun tangan, karena SBY mempunyai hak intervensi. “Sebagai kepala negara SBY turun tangan tidak hanya diam mengingat Presiden punya hak intervensi karena ada hak abolisi dan amnesti,” tandas dia.
Desakan agar polisi bersikap transparan dalam kasus penahanan Bibit dan Chandra datang dari lembaga MPR. “Polri jangan mencari-cari alasan, karena publik melihat KPK sebagai lembaga yang tertib,” kata Wakil Ketua MPR Hajriyanto Tohari.

Menurut politisi Golkar ini, seharusnya sebelum menahan keduanya, Polri mengkaji dulu implikasi hukum dan politik untuk menjaga wibawa Polri.
Para politisi anggota DPR dari Fraksi Partai Hanura sepakat untuk menjaminkan diri terhadap permintaan penangguhan penahanan Bibit dan Chandra. “Fraksi Partai Hanura yang beranggotakan 17 orang menjaminkan diri agar Bibit dan Chandra dijadikan tahanan luar saja,” kata Juru Bicara Fraksi Partai Hanura Akbar Faizal.

Akbar menjelaskan fraksinya menjaminkan diri karena menilai penahananan keduanya dilakukan berdasarkan asumsi yang  tidak jelas ujung pangkalnya.
Fraksi Hanura, lanjut Akbar, mendesak pimpinan DPR agar turun tangan mengurai benang kusut koordinasi antarlembaga yang mulai saling membunuh karakter yang pada akhirnya tudingan bahwa ada upaya melemahkan KPK menjadi benar adanya.

Gerakan Akademisi

Gerakan menolak penahanan Chandra dan Bibit juga datang dari kalangan akademisi dan kampus. Alumni UI menggalang dukungan untuk pembebasan keduanya. Penggalangan ini dikoordinasi oleh Dr Candra Motik.
Bagi alumnus UI yang ingin bergabung dalam gerakan ini diharap bersedia datang ke sekretariat posko di Jalan Yusuf Adiwinata No 33 Menteng untuk tanda tangan.

Gerakan ini beredar kencang dari berbagai layanan elektronik dan dari mulut ke mulut. Kampanye penggalangan dukungan menyebar ke alumni UI di luar Fakultas Hukum sehingga semua fakultas muncul gerakan ini.
Namun Menteri Koordinasi Politik Hukum dan Keamanan, Djoko Suyanto mengatakan penahanan Bibit dan Chandra harus dilaksanakan sesuai dengan proses hukum. ”Karena sistem peradilan kita, proses hukumnya yang harus kita hormati.”

Senada Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar mengingatkan agar pesoalan ini jangan selalu dikaitkan dengan Presiden Yudhoyono. Presiden hanya menginginkan adanya penegakan hukum yang sebaik-baiknya. Dia tidak setuju jika disebut dengan kriminalisasi KPK. ”Negara kita ini siapapun bisa ditindak, termasuk penegak hukum,” tambahnya. (H28,J13,J22,K32,dtc-49)