Peluncuran Laporan Dokumentasi “Menyusun Puzzle Pelanggaran HAM 1965”

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama dengan The International Center for Transitional Justice (ICTJ) meluncurkan laporan “Menyusun Puzzle Pelanggaran HAM 1965″ dan Pameran Sketsa 1965 yang diselenggarakan di kantor Kontras Jakarta, pada Kamis (28/06/2012). Acara ini juga dibarengi dengan diskusi panel dengan pembicara Nur Kholis (Komisioner KOMNAS HAM), Bonnie Triyana (Sejarawan), dan Remy Silado (Sastrawan) serta Pameran Sketsa yang dilukis Adrianus Gumelar Demokrasno, salah satu saksi korban peristiwa 1965/1966 dan pemutaran film Tragedi 1965 karya sineas muda, Bunga Pratiwi Siagian.

Tim KontraS yang beranggotakan Yati Andriyani (KontraS Jakarta), Asman Salahuddin (LBH Buton Raya) dan Andy Irfan (KontraS Surabaya) memaparkan tragedi 1965 yang terjadi mempunyai dampak yang merugikan, terutama bagi keluarga korban hinggga saat ini. Tahun 2002 tercatat ribuan lebih warga tahanan politik tahun 1965 yang masih diharuskan wajib lapor ke pihak kepolisian. KontraS juga memaparkan temuan 17 titik kuburan massal di Jawa Tengah yang masih menjadi pekerjaan rumah Komnas HAM.

Kejahatan Kemanusiaan di tahun 1965/1966 merupakan sejarah kelam bangsa Indonesia. Dari berbagai serpihan cerita yang terserak dari para korban, saksi dan pelaku terlukis catatan sejarah yang belum terkuak selama ini. Konflik politik dan kekuasaan melahirkan jatuhnya korban dikalangan masyarakat sipil yang dibunuh diluar proses hukum, ditangkap dan ditahan sewenang-wenang tanpa proses peradilan, disiksa, diperkosa hingga kehilangan harta benda.

Menurut Nurkholis selaku ketua Tim Penyelidikan Pro Justicia untuk kasus Kejahatan Kemanusiaan tahun 1965/1966, laporan seperti yang luncurkan oleh KontraS mengenai tragdei 65 sudah banyak. Laporan-laporan tersebut tidak dapat dijadikan barang bukti. Karena menurutnya masih terhalang faktor legal formal. “Seperti data penggalian kuburan misalnya, surat ijin yang kami ajukan sampai saat ini tidak juga turun, kalaupun dipaksakan maka ini tidak bisa dijadikan barang bukti.” Ujar Nurkholis.

Selain itu, Remi Silado selaku Sastrawan menilai bahwa tragedi 1965 yang banyak menelan korban jiwa terhadap kader PKI. Pidana Bung Karno dijadikan manifesto oleh banyak kader Partai Komunis Indonesia (PKI) yang kemudian melakukan pemboikotan terhadap budaya-budaya yang berasal dari barat. Film-film dan musik-musik dari barat dilarang untuk diputar. Bahkan, dia mencontohkan, salah satu gedung bioskop di Bandung kala itu, dibakar oleh kader PKI karena memutar film “Cow Boy” dari Amerika. Kegiatan seperti ini menurutnya memperburuk citra komunis. Dan tragedi 65 tersebut menurutnya adalah puncak balas dendam budaya tersebut.

Namun Sejarawan muda Bonni Triana menilai dari penelitian dia selama ini, seperti yang telah dia lakukan di Purwodadi Jawa Tengah, menurutnya tidak ada unsur balas dendam budaya disana. Menurut Bonni, yang penting adalah mengubah stigma yang selama ini menimpa para korban. “banyak caranya, salah satunya adalah penulisan ulang sejarang dengan komprehensif, tapi yang penting adalah political will dari pemerintah.

Bersamaan peluncuran laporan dan map lokasi kuburan massal peristiwa 1965/1966, KontraS secara resmi akan mengadakan pembukaan pameran yang berjudul “Pameran Sketsa ’65”. Pameran ini akan menampilkan rangkaian peristiwa 1965/1966 dalam bentuk potongan sketsa untuk menggambarkan peristiwa tersebut mulai sejak terjadi dan dampaknya hingga kini. Pameran sepekan ini akan ditutup pada tanggal 5 Juli 2012.

Mengenai pelaksanaan acara ini Indria Fernida, selaku Wakil Koordinator KontraS dalam sambutannya mengatakan, “Penyusunan laporan ini membutuhkan waktu yang panjang dan banyak temuan tindakan kejahatan kemanusiaan pada tahun 1965/1966. Apabila melihat dari laporan ini, maka seharusnya Tim Penyelidikan Pro Justicia Komnas HAM tidak bisa mengelak lagi bahwa ada pelanggaran HAM yang berat pada tahun 1965/1966.”