Melawan Impunitas: Catatan Kritis 20 Tahun UU Pengadilan HAM

Laporan Kegiatan
Webinar Melawan Impunitas: Catatan Kritis 20 Tahun UU Pengadilan HAM
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, 2020

 

Memperingati tepat 20 tahun pengesahan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengadakan diskusi daring berjudul (Melawan Impunitas: Catatan Kritis 20 Tahun UU Pengadilan HAM) dengan mengundang Marzuki Darusman (Jaksa Agung 1999-2001), Mohammad Choirul Anam (Komisioner Komnas HAM), Taufik Basari (Anggota Komisi III DPR RI), dan Tioria Pretty (Staff Advokasi KontraS) sebagai narasumber. Dalam diskusi ini, KontraS menyampaikan hasil evaluasi KontraS tentang pengaturan dalam UU Pengadilan HAM yang belum efektif penerapannya selama 20 tahun masa keberlakuannya karena memiliki berbagai celah hukum yang memungkinkan adana penundaan berlarut-larut oleh Negara dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

Terhambatnya proses hukum dalam kasus-kasus pelanggaran HAM, selain menunda terciptanya rasa keadilan pada masyarakat, juga menghambat proses pemulihan korban, karena diatur bahwa kompensasi dan rehabilitasi sebagai mekanisme pemulihan korban terikat pada putusan Pengadilan HAM. Maka dari itu, dibutuhkan juga adanya perubahan norma untuk tidak mengikat hak korban atas pemulihan dengan putusan Pengadilan HAM yang tidak kunjung ada karena berbagai hambatan yang telah disebutkan, dan hak-hak korban atas pemulihan harus dapat diakses secara segera tanpa penundaan yang tidak perlu.

UU Pengadilan HAM seharusnya menjadi landasan hukum yang kokoh untuk mengesampingkan berbagai kepentingan politik yang ada dan menjadi landasan untuk mengutamakan proses penegakkan keadilan, pemulihan korban, dan dalam jangka panjang berdampak pada pembenahan institusi-institusi negara dalam hal pengakuan, pemenuhan, dan perlindungan HAM. Dalam kondisinya saat ini, UU Pengadilan HAM justru mengakomodir keengganan negara untuk memproses kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia secara yudisial. Maka dari itu, sangat penting untuk memulai kembali diskursus mengenai revisi terhadap UU Pengadilan HAM, khususnya untuk mempertegas norma-norma hukum yang dapat memastikan tegaknya keadilan dan terpenuhinya hak-hak korban pelanggaran HAM berat. Harapannya, diskusi ini akan dilanjutkan dengan rangkaian kegiatan lainnya yang bertujuan untuk mempertajam analisis mengenai berbagai kekurangan UU Pengadilan HAM, untuk nantinya digunakan untuk mendorong agenda revisi UU Pengadilan HAM.

klik link selengkapnya disini