Jejak Kelam Tim Pemenangan: Figur di Balik Pelanggaran HAM Pada Tim Sukses dan Relawan Masing-masing Calon Presiden

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden akan berlangsung pada tanggal 14 Februari 2024. Berbulan-bulan sebelumnya tiga pasang Calon Presiden dan Wakil Presiden telah diumumkan oleh partai pengusung dan partai pendukung masing-masing. Ketiga calon tersebut yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang diusung oleh Partai Nasdem, PKB dan PKS serta didukung oleh Partai Ummat. Kemudian Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang diusung oleh Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, Partai Demokrat serta diusung oleh Partai Bulan Bintang, Partai Gelora, Partai Garuda, PSI dan Partai Prima. Pasangan calon ketiga yakni Ganjar Pranowo-Mahfud MD didukung oleh PDIP dan PPP serta diusung oleh Partai Hanura dan Partai Perindo.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) secara seksama mengikuti perkembangan menuju Pemilihan Presiden dengan melakukan riset dan pemantauan kepada masing-masing pasangan calon. Sebagai lanjutan dari Catatan Kritis mengenai visi-misi Capres dan Cawapres, KontraS juga melakukan pemantauan dan penelusuran terhadap latar belakang figur yang menjadi tim sukses atau tim kampanye masing-masing paslon. Penelusuran kami menunjukkan bahwa setiap tim kampanye masing-masing paslon memiliki figur yang pernah terkait dengan beberapa peristiwa Pelanggaran HAM di masa lalu. Hal tersebut patut disoroti karena keberadaan mereka dapat berpotensi menihilkan upaya dan komitmen dari para Pasangan Calon untuk secara melakukan penuntasan pelanggaran HAM secara menyeluruh guna menghasilkan keadilan substantif bagi para korban Pelanggaran HAM.

Masih munculnya figur di balik peristiwa Pelanggaran HAM di masa lalu pada blantika politik Indonesia, termasuk pada ajang Pemilihan Presiden menunjukkan bahwa human rights vetting mechanism tidak pernah dijalankan secara serius dalam sistem politik Indonesia. Keberadaan figur-figur tersebut akan mempersulit pemerintah untuk menjalankan duty to prosecute atau kewajiban untuk melakukan penuntutan terhadap para terduga pelaku. Hampir mustahil membayangkan para Capres-Cawapres jika terpilih melakukan penuntutan pidana kepada figur yang telah mendukung mereka. Keberadaan para figur tersebut juga mengenyampingkan perasaan serta aspirasi para korban pelanggaran HAM. Dalam hal ini, jika para Capres-Cawapres benar-benar berpihak pada korban, tidak sepatutnya mereka menerima dukungan dari figur di balik pelanggaran HAM. Hal tersebut juga akan mempengaruhi jaminan ketidak berulangan (non-recurrence) akan peristiwa pelanggaran HAM.

Jakarta, 30 Januari 2024
Badan Pekerja KontraS

 

Dimas Bagus Arya
Koordinator

Klik disini untuk melihat catatan kristis selengkapnya
Klik disini untuk melihat PPT selengkapnya