Selasa (23/9) Kontras menyelenggarakan acara bertajuk “Ramadan untuk Kemanusiaan”. Acara yang digelar di Lapangan Borobudur, bertujuan merefleksikan perjalanan penegakan atas Hak Asasi Manusia di Indonesia. Acara ini bertepatan dengan banyaknya momen pelanggaran HAM di bulan September, yang lebih banyak diliputi dengan ritual perkabungan, sebuah ritual yang tidak bisa dipinggirkan dari upaya untuk terus mengenang atas peristiwa kejahatan kemanusiaan yang pernah terjadi. KontraS mengajak semua pihak untuk bersamasama merefleksikan makna ketakwaan, serta menjadikan bulan September sebagai tonggak lahirnya ‘Bulan Hak Asasi Manusia’ (Month of Human Rights), karena di bulan ini kita tidak saja merayakan sesuatu yang sakral dari sebuah keyakinan atas ketauhidan yang paling hakiki untuk meraih makna Fitri, namun pada kesempatan ini juga bisa kita gunakan sebagai alat untuk memerdekakan manusia Indonesia dari kubangan kebodohan, kemelaratan, penistaan, penindasan dan penganiayaan hak asasi manusia.
Ingatan tentang September diawali dengan peristiwa silam penuh represif yang dilakukan negara untuk membersihkan sebuah ideologi yang dianggap berseberangan dengan tafsir tunggal nasionalisme, Pancasila. Dua dekade kemudian penegakan atas tafsir tunggal Pancasila berujung kepada jatuhnya korban sipil yang telah menjadi korban kekerasan politik orde baru. Masih di bulan September di tahun 1999, pecah juga konflik kepentingan penguasa di Timor Timur pasca jajak pendapat. Di masa reformasi ini juga terjadi Tragedi Semanggi II pada 23 – 24 September 1999 dimana sejumlah mahasiswa tewas untuk menentang pemberlakuan UU Penanggulangan Keadaan Bahaya. Enam tahun kemudian, di awal bulan September terjadi pembunuhan terhadap aktivis HAM Indonesia Munir Said Thalib.
Momen pelanggaran HAM di bulan September lebih banyak diliputi dengan ritual perkabungan, sebuah ritual yang tidak bisa dipinggirkan dari upaya untuk terus mengenang atas peristiwa kejahatan kemanusiaan yang pernah terjadi serta membangun memori kolektif bangsa atas persoalan kemanusiaan yang belum juga tuntas. Saat ini merupakan momentum untuk merefleksikan makna ketakwaan, serta menjadikan bulan September sebagai tonggak lahirnya ‘Bulan Hak Asasi Manusia’ (Month of Human Rights).
Dalam acara tersebut, ikut dimeriahkan dengan tampilnya musikalisasi puisi oleh Sanggar Matahari, kelompok marawis Al-Huda Menteng, orasi budaya oleh Dr. Mochtar Pabotinggi dan KH Husein Muhammad. Selain itu, korban dan keluarga korban pelanggaran HAM juga ikut memberikan pesan dan kesan yang diwakili oleh Ibu Iin (kakak dari Teddy Mardani/ korban Semanggi I) dan Ibu Sri Lestari(korban tragedi 1965-1966), serta kesan dan pesan dari warga sekitar kantor Kontras.
Berikut susunan acara “Ramadan untuk Kemanusiaan”
Foto Kegiatan Ramadhan untuk Kemanusiaan
` | ||