Kami Tidak Lupa & Tidak Akan Melupakan

Luapan kekecewaan masyarakat Indonesia yang dihadirkan dalam berbagai bentukekspresi politik, menjadi corak dominan yang bisa kita cermati sehari-haripascapenyelenggaraan Pemilu Legislatif 2009. Tidak sekadar berbondong-bondongmenjadi golput, mengumpulkan seribu tandatangan (dengan atau tanpa cap jempoldarah), atau beragam bentuk mosi ke-tidak-percaya-an lainnya; namun memang sedariawal Pemilu 2009 tidak didesain secara sistematis. Kondisi ini bisa kita cermati dariamburadulnya daftar pemilh tetap (DPT), banyaknya warga negara yang tidak bisamenggunakan hak konstitusionalnya untuk memilih, dan setumpuk kecurangan lainnya.Maka, tidaklah mengherankan jika masyarakat menilai lembaga negara ini (baca: KPU)tidak kredibel dalam menjalankan mandat tugasnya.Karut marut ini juga tidak mendapat respon yang berarti dari pemerintah. Dan elemenmasyarakat sipil menuntut agar pemerintah segera melakukan evaluasi besar-besaranatas kinerja KPU dalam persiapan sukses politik nasional 5 tahunan tersebut. Hal yangtak kalah penting lainnya adalah menempatkan kembali tema HAM sebagai spiritkehidupan berdemokrasi di Indonesia. Kontras menilai dari rangkaian debat caprescawapres,safari kampanye, hingga iklan politik berbiaya fantastis itu, masih belummenunjukkan hadirnya kehendak baik untuk merubah haluan negara ini ke arah yanglebih baik, berprikemanusiaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai keberadaban