Pulau-Pulau Kecil dan Hak Asasi Manusia

thumbnail of cetak_pulau kecil

Keberadaan 17.000 pulau yang terdiri dari pulau kecil maupun besar di Indonesia menjadi konsekuensi logis bagi negara untuk menciptakan kesejahteraan secara adil dan merata sebagaimana amanah konstitusi. Tentu dalam mengelola dan memanfaatkan pulau kecil membutuhkan perhatian ekstra dari negara karena wilayah Indonesia yang cukup luas, serta dinamika atau kultur yang ada dalam masyarakat suatu pulau berbeda satu dengan yang lainnya. Beberapa tantangan dalam mengelola pulau-pulau kecil menghadapi berbagai ancaman baik dari aspek ekologi yaitu terjadinya penurunan kualitas lingkungan, seperti pencemaran, perusakan ekosistem dan penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) maupun dari aspek hak asassi manusia, baik by ommission (melalui tindakan pembiaran) maupun by commission (dengan sengaja melakukan tindakan itu sendiri).

Saat ini di Indonesia telah memiliki banyak hukum dan peraturan yang mengatur tentang pengelolaan terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Namun pada kenyataannya hukum dan peraturan-peraturan tersebut tidak banyak diimplementasikan. Hal ini disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum, egoisme sektoral dan lemahnya koordinasi antara sektor. Berangkat dari hal tersebut, maka jelas bahwa potensi pelanggaran hak asasi manusia mudah terjadi. Konsekuensi bagi Indonesia yang telah meratifikasi dua kovenan internasional, ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) dan ICESCR (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) mewajibkan negara untuk melaksanakan aturan internasional tersebut ke dalam perumusan kebijakan, semisal dalam ICCPR yang memuat ketentuan mengenai pembatasan penggunaan kewenangan serta represivitas aparatur negara dan dalam ICESCR yang mewajibkan negara untuk menjalankan realisasi progresif atas hak asasi manusia.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, melalui laporan ini, KontraS akan menjelaskan fenomena dan situasi pulau-pulau kecil di Indonesia berdasar pada tiga pulau yang menjadi acuan dalam melihat kondisi pemenuhan hak asasi manusia di pulau kecil, Pulau Sunut (Lombok Timur), Pulau Bangka (Sulawesi Utara) dan Pulau Romang (Maluku Barat Daya). Ketiga pulau tersebut dipilih karena ditemukan adanya pelanggaran

baik dari segi administratif maupun nonadministratif dalam pengelolaan serta pemanfaatannya yang jelas berdampak pada pemenuhan hak asasi manusia.

Adapun laporan ini terdiri dari 4 (empat) bab, antara lain, bab 1 memberikan pengantar mengenai permasalahan dalam pemanfaatan pulau kecil, serta latar belakang mengenai pentingnya memerhatikan kehidupan di pulau kecil, bab 2 berisi mengenai tinjauan pustaka tentang instrumen hukum nasional dan elemen hak asasi manusia. bab 3 berisi tentang temuan KontraS terhadap tiga pulau kecil yang ditinjau dari perspektif hak asasi manusia. Kemudian, dalam bab 4, berisi tentang kesimpulan dan rekomendasi yang dapat dilakukan oleh negara dalam mengelola dan memanfaatkan pulau-pulau kecil. Melalui laporan ini, KontraS juga menjelaskan perspektif sistem sosial ekologi yang digunakan untuk mengungkap aspek budaya dan kelembagaan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil menunjukkan bahwa masih banyak potensi budaya dan kelembagaan lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengelolaan wilayah pesisir dan pulau- pulau kecil secara partisipatif. Pengetahuan masyarakat tentang ekosistem penting dengan kekayaan sumber daya ikan disekitarnya merupakan basis yang kuat dalam membangun kepekaan mereka tentang nilai-nilai penting lingkungan dan sumber daya yang ada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

KontraS berharap laporan ini dapat menjadi catatan bagi negara untuk dapat memerhatikan pulau kecil lebih maksimal dengan mengacu pada perspektif hak asasi manusia