Berpotensi Melanggar HAM, Segera Cabut Perpol Pam Swakarsa!

Pembentukan Pengamanan Swakarsa di tengah penanganan pandemi menambah daftar tindakan kepolisian yang tidak peka dalam menghadapi situasi krisis. Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mengirim surat telegram Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1.2020 per tanggal 4 April 2020 terkait penanganan kejahatan di ruang siber selama penanganan wabah virus corona (Covid-19). Beberapa di antara isinya adalah untuk menindak penyebaran informasi palsu atau hoaks selama penanganan wabah Covid-19 serta penghinaan kepada Presiden dan Pejabat Pemerintah. Aturan tersebut membuka ruang potensi risiko penyalahgunaan kekuasaan kepolisian dan penegak hukum untuk bersikap represif terhadap kritik atau gagasan yang disampaikan oleh publik.

Kehadiran Pam Swakarsa melalui Peraturan Polri nomor 4 tahun 2020 tentang Pam Swakarsa semakin mengancam kondisi kebebasan sipil. Kendati dalam beberapa kesempatan perwakilan Polri menyatakan bahwa Perpol ditujukan guna mengatur bentuk-bentuk pengamanan dari masyarakat yang sudah eksis dalam tatanan masyarakat saat ini, namun beberapa bunyi pasal dalam Perpol memiliki celah hukum yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal, tindakan represif, serta pengerahan massa karena hidupnya kembali Pam Swakarsa.

Penggunaan istilah “Pam Swakarsa” cenderung memberikan kesan traumatik kepada masyarakat mengingat peristiwa pada tahun 1998 saat Pam Swakarsa merupakan sekelompok masyarakat yang dipersenjatai oleh angkatan bersenjata kala itu untuk menghadapi mahasiswa yang melakukan demonstrasi seputar peristiwa sidang istimewa MPR tahun 1998. Sampai saat ini, tidak ada kejelasan baik mengenai pertanggungjawaban atas peristiwa tersebut maupun perihal legalitas Pam Swakarsa kala itu. Dengan kondisi demikian, pemilihan istilah Pam Swakarsa, terlepas dari disengaja ataupun tidak, memberikan pesan bahwa Polri ingin memberikan kesan menghidupkan kembali sebuah kelompok yang memiliki rekam jejak sebagai bentuk konkret penyalahgunaan wewenang oleh Negara.

Di sisi lain, kinerja Polri masih terdapat lubang yang besar atas pengawasan yang terjadi antar satuan tingkatan. Tindakan kekerasan yang dominan terjadi di tingkatan polres bisa terjadi karena beberapa hal, di antaranya: 1) Proses pembinaan yang tidak maksimal terhadap anggota; 2) mekanisme kontrol dan evaluasi yang tidak berjalan dengan baik; 3) penegakan hukum yang tidak menimbulkan efek jera bagi anggota kepolisian yang melakukan tindakan kekerasan. Mengingat beban pekerjaan rumah yang besar di sektor pengawasan, maka pengawasan terhadap kerja Pam Swakarsa akan menambah beban tersebut dan berdampak pada semakin tidak maksimalnya mekanisme pengawasan oleh Polri.

Berdasarkan hal tersebut di atas, KontraS menuliskan catatan kritis terhadap Peraturan Polri nomor 4 tahun 2020 tentang Pam Swakarsa. Dalam menganalisis kebijakan ini kami menggunakan perspektif hak asasi manusia yang kemudian diuji dari sejumlah peristiwa di masa silam serta celah hukum yang ada dalam peraturan tersebut. Adapun secara lebih rinci, dapat disimak pada kertas posisi KontraS di bawah ini

final_Kertas Posisi_Pam Swakarsa (1)