Catatan Hari HAM 2023 “HAM dalam Manipulasi dan Cengkraman Hegemoni Kekuasaan”

10 Desember 2023 merupakan peringatan Hari Hak Asasi Manusia Internasional, sekaligus peringatan 75 tahun disahkannya Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM). Bertepatan dengan momen tersebut Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) kembali mempublikasikan Catatan Hari HAM untuk menggambarkan situasi dan kondisi HAM di Indonesia selama setahun terakhir. Selain peringatan 75 tahun DUHAM, tahun 2023 merupakan momen peringatan 25 tahun reformasi, sayangnya hingga saat ini amanat dan mandat reformasi belum sepenuhnya dapat dijalankan dengan utuh, bahkan beberapa pola pelanggaran HAM masa Orde Baru masih terjadi hingga saat ini.

Catatan Hari HAM tahun 2023 diberi judul “HAM dalam Manipulasi dan Cengkraman

Hegemoni Kekuasaan.” Judul tersebut dipilih karena KontraS menemukan pola menguatnya hegemoni kekuasaan pemerintah hari ini berbanding lurus dengan banyaknya angka pelanggaran HAM, khususnya pelanggaran HAM yang terjadi akibat agenda pembangunan yang cukup masif serta kesewenang-wenangan aparat di lapangan. Pada sisi lain KontraS juga menilai bahwa pemerintah berupaya untuk memanipulasi upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat melalui jalan penyelesaian non-yudisial, sementara pengungkapan kebenaran dan pengadilan HAM tak kunjung dijalankan sehingga keadilan substantif gagal dihadirkan bagi para korban. Catatan Hari HAM KontraS akan memberikan analisis dan evaluasi terhadap berbagai peristiwa pelanggaran HAM tersebut. Data dalam catatan kami dasarkan pada dokumentasi dan pemantauan dari sejumlah media dan kanal berita, serta advokasi dan pendampingan kasus yang kami tangani secara langsung pada periode Desember 2022-November 2023.

Catatan Hari HAM Tahun 2023 dibagi menjadi menjadi tujuh pokok bahasan yakni: gagalnya penuntasan pelanggaran HAM berat; berbagai bentuk pelanggaran terhadap hak fundamental dan represi terhadap kebebasan sipil; pendekatan pembangunan yang merugikan masyarakat; situasi HAM di Tanah Papua; berbagai kasus serangan terhadap Pembela HAM; mandeknya reformasi sektor keamanan serta peran pemerintah Indonesia dalam isu HAM pada kancah internasional.

Gagalnya penuntasan pelanggaran HAM berat oleh pemerintah, dibuktikan dengan terus dilanjutkannya mekanisme penyelesaian pelanggaran HAM berat non-yudisial namun melupakan aspek pengungkapan kebenaran dan pengadilan HAM. Pun pada praktiknya dijalankannya proses penyelesaian non-yudisial tersebut diwarnai oleh berbagai kendala yang membuktikan bahwa pemerintah masih belum secara serius menjadikan penyelesaian pelanggaran HAM berat sebagai agenda prioritas.

Selain gagal menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat secara menyeluruh, sepanjang Desember 2022-November 2023 berbagai peristiwa “perampasan” terhadap hak fundamental warga negara masih terjadi. Masih ditemukan maraknya peristiwa extrajudicial killing, penyiksaan, hingga praktik perdagangan orang yang melibatkan aparat negara. Pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkepercayaan juga masih kunjung terjadi sepanjang tahun ini. Pada sisi lain aparat pemerintah juga masih melakukan berbagai praktik represi terhadap kebebasan sipil warga negara, melalui berbagai bentuk pembungkaman.

Pada sektor hak ekonomi, agenda pembangunan yang seharusnya mensejahterakan masyarakat justru menjadi sumber terlanggarnya hak kolektif masyarakat. Proyek Strategis Nasional, Objek Vital Nasional hingga usaha milik korporasi swasta seringkali dijalankan dengan pengerahan kekuatan aparat keamanan yang berlebihan, alih-alih mendapat manfaat beberapa kelompok masyarakat justru menjadi korban dan semakin terpinggirkan akibat masifnya agenda pembangunan yang dijalankan. Hal serupa secara khusus dialami oleh masyarakat di Tanah Papua, konflik berkelanjutan antara kelompok bersenjata di Papua dengan TNI/Polri yang masih terjadi juga berdampak pada warga sipil. Banyak warga sipil di Tanah Papua yang meninggal dunia akibat konflik yang terjadi, menunjukkan bahwa warga di Tanah Papua belum sepenuhnya bebas dari rasa takut.

Situasi yang pelik juga dialami oleh Pembela HAM, judicial harassment atau kriminalisasi kini semakin menghantui bahkan semakin masif dilakukan. Instrumen hukum pidana dengan mudahnya disalahgunakan untuk membungkam para Pembela HAM. Semua hal tersebut terjadi seiring dengan mandeknya agenda reformasi sektor keamanan. Pada momen 25 tahun reformasi, justru muncul wacana untuk kembali menguatkan peran militer dalam kehidupan masyarakat sipil. Wacana revisi UU TNI yang sempat mengemuka yang ingin kembali mengembalikan peran Peradilan Militer seperti masa Orde Baru hingga dibukanya ruang bagi aparat keamanan untuk menduduki berbagai jabatan sipil melalui Revisi UU ASN tentu merupakan hal yang bertolak belakang dengan amanat reformasi.

Posisi pemerintah Indonesia pada isu-isu HAM internasional juga tampak kurang menjanjikan, padahal Indonesia baru saja kembali terpilih sebagai anggota Dewan HAM PBB dengan suara terbanyak. Pemerintah Indonesia nampak kurang mampu berkontribusi pada isu regional seperti konflik yang terjadi di Myanmar, dan pada akhirnya juga gagal menanggulangi krisis pengungsi Rohingya yang masih berlangsung hingga kini hingga menimbulkan masyarakat lokal di Aceh dan Sumatera Utara, padahal Indonesia merupakan Chairperson ASEAN di tahun 2023 ini.

Semua isu tersebut menunjukkan bahwa pemerintah masih enggan untuk menjalankan prinsip HAM secara utuh dan pada beberapa kasus justru menjadi aktor terjadinya pelanggaran HAM. KontraS berharap agar Catatan Hari HAM tahun ini dapat menjadi bahan evaluasi bagi pemangku kebijakan dan gambaran kepada masyarakat agar terjadi perbaikan terhadap situasi dan kondisi HAM di Indonesia. Selamat hari HAM Internasional.

Jakarta, Desember 2023

 

Badan Pekerja KontraS

 

Dimas Bagus Arya
Koordinator

Klik disini untuk melihat catatan selengkapnya