Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sebelumnya telah menerima pengaduan berkaitan dengan dugaan penyiksaan dan rekayasa kasus dalam kasus Klitih yang mengakibatkan matinya seseorang, dengan Perkara Nomor 123/Pid.B/2022/PNYyk dan 124/Pid.B/2022/PNYyk. Berkenaan dengan hal itu, KontraS telah menyusun dokumen Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) untuk Pengadilan Yogyakarta. Penyusunan Amicus Curiae tersebut, disusun berdasarkan pemantauan secara langsung dengan melibatkan pihak keluarga terdakwa di persidangan maupun pemantauan melalui media.
Dalam pemantauan tersebut, kami menemukan sejumlah temuan selama proses persidangan berlangsung. Temuan ini mengungkapkan adanya dugaan kuat terjadinya penyiksaan dan rekayasa kasus yang dialami terdakwa Andi Muhammad Husein Mazhahiri, Hanif Aqil Amrullah dan Muhammad Musyaffa Affandi. Bahwa temuan yang kami maksud adalah sebagai berikut:
Tindakan kekerasan dan intimidasi yang dialami terdakwa dapat dikategorikan sebagai tindakan penyiksaan. Berdasarkan kasus-kasus yang pernah kami tangani sebelumnya, tidak jarang aparat penegak hukum bertindak sewenang-wenang dengan mengedepankan perlakuan kekerasan terhadap tersangka untuk meraih keterangan/informasi. Tersangka ditekan, disiksa, diancam, hingga dipukuli berkali-kali untuk mengejar pengakuan dari tersangka. Pengakuan ini nantinya akan digunakan oleh kepolisian sebagai salah satu alat bukti dari kejahatan yang dituduhkan;
Berdasarkan temuan di atas, kami menilai telah terjadi berbagai bentuk pelanggaran hukum dan hak asasi manusia. Dalam konteks hak asasi manusia, aparat kepolisian secara nyata telah melanggar hak seseorang untuk tidak disiksa yang tidak bisa dikurangi sedikitpun dalam situasi dan kondisi apapun sebagaimana dijamin dalam Konvensi Anti Penyiksaan, Undang-Undang HAM, hingga Perkap Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian. Lebih lanjut, kami juga menilai melalui rangkaian perbuatan tersebut memiliki konsekuensi hukum berupa pelanggaran terhadap ketentuan pidana dalam delik kejahatan terhadap tubuh dan nyawa, khususnya Pasal 335 Ayat (1) juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP. Secara formil, kami juga menemukan temuan bahwa ketentuan dalam KUHAP telah dilanggar oleh aparat kepolisian, antara lain yaitu Pasal 117 Ayat (1) KUHAP yang pada intinya telah menjamin seseorang untuk bebas dari berbagai bentuk tekanan pada saat memberikan keterangan kepada penyidik dalam kapasitasnya sebagai tersangka atau saksi.
Dalam Amicus Curiae yang kami susun, kami berkesimpulan dakwaan yang disusun Jaksa Penuntut Umum dalam proses persidangan diduga tidak berdasarkan fakta-fakta peristiwa. Berita Acara Pemeriksaan yang dihadirkan di persidangan juga diperoleh menggunakan cara-cara yang tidak sah secara hukum, yaitu diduga dengan cara melakukan tindak penyiksaan kepada saksi dan para terdakwa. Selain itu, selama proses pemeriksaan, para terdakwa dan saksi/saksi anak juga tidak mendapatkan pendampingan hukum yang memadai.
Praktik-praktik dugaan rekayasa kasus menggunakan cara-cara kekerasan sebagai jalan pintas untuk meraih pengakuan tersangka/terdakwa sering kali terjadi, salah satunya adalah kasus salah tangkap tindak pidana begal oleh Polsek Tambelang terhadap Fikry dan kawan-kawan pada 28 Juli 2021 lalu.
Apabila dilihat lebih jauh lagi, rentetan peristiwa rekayasa kasus disertai penyiksaan yang terus lahir tidak dapat dipisahkan dari watak kekerasan yang sangat kental dan mengakar dalam tubuh institusi Polri yang tak kunjung menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Minimnya pengawasan dan evaluasi secara menyeluruh juga menjadi salah satu penyebab utama praktik-praktik semacam ini langgeng terjadi.
Bahwa berdasarkan uraian dan penjelasan kami di atas, kami mendesak:
Jakarta, 27 Oktober 2022
Fatia Maulidiyanti, S.IP
Koordinator
Narahubung: 0895-7010-27221
klik disini untuk melihat Amicus Curiae Kasus Klitih Affandi selengkapnya
klik disini untuk melihat Amicus Curiae Kasus Klitih Klitih Andi Hanif selengkapnya