Pernyataan Masyarakat Sipil: Kebijakan Luar Negeri Indonesia yang Kurang Kontekstual dan Moralitas

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) ingin mendesak pemerintah indonesia untuk melakukan tindakan tegas mengenai strategi dan prioritas dalam kebijakan luar negeri terkait dengan kedaulatan dan perdamaian di Palestina yang masih belum memiliki perkembangan yang signifikan untuk membangun sebuah perdamaian di Palestina. Indonesia sendiri masih menghadapi beberapa permasalahan pelanggaran hak asasi manusia di dalam negara dan tidak memprioritaskan isu hak asasi manusia di Timur Tengah secara keseluruhan.

Tahun 2007-2008 dalam masanya Indonesia sebagai anggota non-permanen dari Dewan Keamanan PBB, Indonesia dengan konsisten menyuarakan hak untuk rakyat Palestina, termasuk mengutuk penyerangan Israel, permohonan untuk perlindungan internasional terhadap warga sipil di jalur Gaza, menuntut dibukanya akses untuk pendampingan humaniter di jalur Gaza dan permohonan kepada masyarakat internasional untuk mengulurkan bantuannya kepada rakyat Palestina. Kontribusi Indonesia yang cukup banyak di Dewan Keamanan PBB, Dewan HAM PBB dan Majelis Umum PBB juga forum internasional lain untuk memberikan perdamaian di tanah Palestina masih belum memiliki sikap yang jelas. Sejarah rekor voting Indonesia untuk konflik Palestina di sesi-sesi PBB selalu efektif, tidak seperti isu konflik Timur Tengah lainnya seperti Suriah dan Libya, Indonesia selalu “abstain” dalam voting isu konflik Suriah. Hal ini mencerminkan bahwa Indonesia masih belum memiliki sikap yang jelas untuk membangun perdamainan di Timur Tengah. Mundurnya Pelapor Khusus PBB untuk Teritori Okupasi Palestina, Makarim Wibisono pun dikarenakan kurangnya support dari pemerintah Indonesia untuk mendukung rekomendasi dari Pelapor Khusus di dalam sesi-sesi PBB khususnya di Dewan HAM PBB, walaupun Pelapor Khusus bukanlah perpanjangan kepentingan dari pemerintah Indonesia.

Hari ini, Indonesia menjadi tuan rumah dari Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dalam Sesi Luar Biasa dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam mengenai Penyebab Konflik Palestina dan Al-Quds Al-Shareef pada tanggal 6-7 Maret 2016. Tujuan dari KTT ini ialah untuk memberikan lampu sorot yang terang kepada isu Palestina. Dua hari dari KTT ini, dibuat atas permintaan negara setelah terjadinya berbagai kekerasan antara Palestina dan Israel setelah pembatasan dari situs agama Al-Quds Al-Shareef, dikenal sebagai Pegunungan Kuil di Yerusalem. Indonesia telah dipercaya untuk menjadi tuan rumah dari KTT ini karena kebijakan luar negeri Indonesia terkenal dalam memprioritaskan isu Palestina. Namun, masih adanya realita yang kontradiktif di dalam proses untuk mengupayakan penyelesaian isu konflik Palestina. KontraS ingin menyoroti kritik terkait upaya dari pemerintah Indonesia dan OKI itu sendiri yang membuat KTT ini menjadi oksimoron.

Pertama, dalam acara ini – acara yang memiliki tujuan besar untuk melawan segala bentuk kekerasan di Palestina, yang dilakukan oleh Israel dekade demi dekade, masih ada satu dari pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan berpartisipasi dalam KTT OKI di Jakarta untuk mendiskusikan mengenai penyelesaian konflik di Palestina. Presiden Sudan, Omar Hassan Al-Bashir pergi ke Indonesia Sabtu malam meskipun ia memiliki perintah penangkapan oleh Mahkamah Pidana Internasional yang dikeluarkan pada Maret 2009. Omar Al-Bashir mengambil peran dalam KTT Luar Biasa Kelima sebagai permintaan dari Presiden Palestina Mahmoud Abbas untuk mendiskusikan situasi di Yerusalem. April tahun lalu, Omar Al-Bashir membatalkan kepergiannya ke Indonesia untuk berpartisipasi dalam Konferensi Asia-Afrika di Jakarta. OKI dan Indonesia khususnya telah membuat tindakan yang bertentangan dengan mandat negara anggota PBB untuk melindungi perdamaian dan keamanan dengan mengundang Omar Al-Bashir untuk masuk ke negara yang ingin memprioritaskan kemanusiaan, nilai universal dari perdamaian dan keamanan dibawah Piagam PBB Bab VII dan mencoreng tujuan dari KTT Luar Biasa untuk membangun perdamaian di Palestina ini. Omar A-Bashir telah menjadi tersangka dari ICC atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida sehubungan dengan kekejaman yang terjadi di Darfur yang masih belum menunjukkan perkembangan hingga hari ini. Hal ini sangat memalukan bagi OKI dan Indonesia secara khusus, karena Indonesia sebagai pemimpin dari KTT ini telah memberikan izin kepada Omar Al-Bashir untuk tergabung dalam KTT ini.

Kedua, isu penentuan nasib sendiri sebagai dasar dari kedaulatan rakyat Palestina sangat terkait dengan isu penentuan nasib sendiri bagi rakyat Papua. Pemerintah Indonesia masih tidak mampu dan tidak ingin untuk menyediakan penentuan nasib sendiri tersebut bagi masyarakat Papua dan untuk membangun perdamaian di Papua. Joko Widodo masih menggunakan pendekatan keamanan yang sesungguhnya menjadi salah satu penyebab dari pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Papua. Indonesia harus mengambil langkah alternatif untuk membangun perdamaian di Papua sebelum Indonesia dapat menjadi pemimpin untuk membangun perdamaian di Palestina. Hal ini pula sangat memalukan bagi Indonesia sebagai pemimpin dari penentuan nasib sendiri bagi masyarakat Palestina masih belum bisa menyediakan penentuan nasib sendiri dan perdamaian tersebut bagi rakyatnya sendiri.

Ketiga, pada era kepemimpinan Joko Widodo, Indonesia telah terpilih kembali menjadi Dewan HAM PBB dan masih mempromosikan kedaulatan untuk Palestina. Indonesia belum menjadi poin vokal untuk mempromosikan kebebasan pada beberapa kasus. Indonesia masih melakukan “bermain aman” dengan posisi “abstain” pada beberapa resolusi dari penyelesaian konflik di beberapa negara, khususnya Timur Tengah. Lebih parahnya lagi, Indonesia masih belum meratifikasi Statuta roma yang menjadi dasar untuk membawa kasus humaniter ke Mahkamah Pidana Internasional. Sebagai Dewan HAM PBB, Indonesia seharusnya selangkah lebih maju untuk meratifikasi seluruh hukum HAM internasional untuk merepresentasikan kemauan untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia. Faktanya, Palestina sudah lebih progresif, Palestina sudah menjadi negara anggota baru pada Mahkamah Pidana Internasional dan mengajkui jurisdiksi Statuta Roma untuk melindungi rakyat Palestina dari tindakan kejahatan serius (kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida) pada Desember 2014.

Konflik Palestina bukanlah komoditas yang bisa digunakan Indonesia untuk mempromosikan posisinya di forum internasional. Nyatanya, Indonesia masih belum bisa memberikan peran yang signifikan di dalam PBB untuk mengakui Palestina sebagai negara anggota PBB. Jika OKI dan Indonesia sebagai pemimpin dari KTT ini sangat mempedulikan pelanggaran HAM yang terjadi di Palestina dan mengutuk segala bentuk dari kekerasan yang dilakukan oleh Israel, maka OKI secara umum dan Indonesia secara khusus harus malu karena mereka membuat resolusi perdamaian dengan salah satu pelaku dari kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang, Omar Al-Bashir. Indonesia pun masih menghadapi kenyataan buruk dari banyaknya dan berbagai jenis dari pelanggaran HAM yang masih terjadi di dalam negara ini yang masih membutuhkan peran dan usaha negara untuk menyelesaikannya. Maka dari itu, pemerintah Indonesia harus membuat tindakan terkait dengan krisis humaniter tidak hanya diluar negara, tetapi juga di dalam negara itu sendiri secara bersamaan.

 

 

Jakarta, 7 Maret 2016

 

Haris Azhar, MA

Koordinator

 

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)

Untuk info lebih lanjut silahkan hubungi Fatia Maulidiyanti di e-mail: fatia@kontras.org

Maret 8, 2016

Pernyataan Masyarakat Sipil: Kebijakan Luar Negeri Indonesia yang Kurang Kontekstual dan Moralitas

Pernyataan Masyarakat Sipil: […]
Maret 4, 2016

Deponeering Kasus BW dan Samad harus diikuti dengan Pembebasan Kasus Kriminalisasi Lainnya

Deponeering Kasus BW […]
Maret 3, 2016

Densus 88 Minta Kewenangan Berlebih Tetapi Tak Mau Dikontrol

Densus 88 Minta […]
Maret 2, 2016

Jawaban Kejaksaan Agung Semakin Menjelaskan Tidak Memiliki Agenda Keadilan bagi Korban

Jawaban Kejaksaan Agung […]
Maret 2, 2016

Usut Dugaan Kekerasan terhadap Narasumber Pasca Acara Talkshow di stasiun TV

Usut Dugaan Kekerasan […]
Februari 26, 2016

Pembenaran Penyalahgunaan Wewenang dan Kolaborasi Kriminalisasi Penghuni Asrama Widuri Oleh Kodam I Bukit Barisan dan Polsek Patumbak, Medan, Sumatra Utara

Pembenaran Penyalahgunaan Wewenang […]
Februari 24, 2016

Temuan Investigasi KontraS di Pulau Romang, Maluku Barat Daya

Kabupaten Maluku Barat […]
Februari 24, 2016

Pemutakhiran Perkembangan Temuan Lapangan Terpidana Mati Zulfiqar Ali

Setelah ZA dipindahkan […]
Februari 24, 2016

Kriminalisasi Modus dan Kasus-kasusnya di Indonesia

Buku ini merupakan […]
Februari 24, 2016

Indonesia: Hak Asasi di Bawah Ancaman Karena Pemerintahan Joko Widodo Gagal Memenuhi Janji-Janjinya

Amnesty International Indonesia: […]