Menagih Janji Proses Pidana Terhadap Para Pelaku Pembakaran Hutan & Asap

Di awal tahun 2016 kita baru saja dikejutkan dengan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang Parlas Nababan yang memenangkan PT Bumi Mekar Hijau dalam sidang perdata dengan mengatakan bahwa kebakaran hutan tidak merusak, baik lingkungan hidup maupun relasi sosial masyarakat dan hutan yang terbakar bisa ditanami tumbuhan lagi; membuktikan bahwa langkah penegakan hukum masih belum koordinatif dan koheren. Jalur perdata yang ditempuh oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dimulai dibulan Maret 2015 sebenarnya amat tidak strategis apabila publik mengetahui bahwa ada jalur pidana yang lebih strategis, mengikat dan menempatkan penegakan hukum dalam supremasi yang lebih tinggi ketimbang lobi korporasi.

Ada banyak faktor mengapa gugatan KLKH pesimis untuk menang, selain hakim yang tidak cakap dalam mengejar kejahatan korporasi dan argumentasi KLKH yang tidak cukup menggigit BMH untuk mau bertanggungjawab. Namun demikian, KontraS melalui mekanisme resmi kenegaraan yang lain, yaitu Keterbukaan Informasi Publik (UU No. 14/2008) sebenarnya telah melihat celah proses penegakan hukum yang bisa melibatkan ruang partisipasi publik di dalamnya. Setidaknya sepanjang 3 bulan terakhir (November hingga Desember 2015), KontraS telah berkomunikasi aktif melalui mekanisme KIP ini dengan 7 Kepolisian Daerah di wilayah Sumatera dan Kalimantan (Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat) serta 1 komunikasi dengan Mabes Polri.

Kami menemukan bahwa setidaknya terdapat 205 pelaku perorangan yang terlibat dalam kejahatan pembakaran hutan –dimana Provinsi Kalimantan Tengah dan Riau menjadi wilayah dengan jumlah pelaku yang tinggi. Selain itu terdapat 19 orang pelaku yang memiliki latar belakang korporasi; dengan sebaran wilayah kejahatan 14.882,07 hektare yang potensial dipidanakan (minus Kalimantan Timur dan Barat yang tidak ada informasi); dan 86 kasus telah berada dalam tahap I penyidikan. Pola kejahatan yang ditemukan adalah (i) pembiaran perusahaan terhadap lahan ataupun semak dimusim kemarau yang riskan terbakar, (ii) perusahaan tidak melakukan tindak pemadaman api, (iii) dengan sengaja melakukan penebangan hutan, (iv) tersangka individu melakukan pembukaan hutan dengan sengaja menebang hutan dan semak belukar di wilayah konsesi tanpa izin, (v) titik api yang meluas dan membakar kebun perusahaan tetangga dan (vi) membiarkan pohon akasia kering dan terbakar dimusim kemarau. Namun demikian belum terlibat pola kejahatan yang solid dan menunjukkan adanya modus operandi yang dilakukan oleh korporasi dalam dugaan praktik pembakaran hutan.

Beberapa Polda seperti Jambi dan Kalimantan Selatan amat progresif dan bekerja sama dalam memberikan informasi ini. Polda-Polda lainnya seperti Sumatera Selatan, Riau, Kalimantan Timur dan Tengah tidak memberikan data yang informatif. Sedangkan Polda di Kalimantan Barat bahkan tidak menjawab sama sekali proses komunikasi KIP. Mabes Polri menggunakan dalih Pasal 17 (ayat a poin 1 dan 2) untuk menolak memberikan informasi karena terkait dengan penyidikan.

Kami juga telah menemukan preseden-preseden menarik bahwa langkah pidana amat penting ditempuh oleh negara dalam hal berikut ini: (i) Keterlibatan PT WKS di wilayah pembakaran konsesi lahan teridentifikasi 5 kali. Polda Jambi telah menyerahkan 8 orang ke JPU dengan sangkaan luas kebakaran 1 Ha. Polres Batang hari telah menyerahkan 1 orang dengan sangkaan luas 1 Ha. Polres Tebo menyerahkan 3 orang kepada JPU dengan sangkaan luas kebakaran 3 Ha dan 2 kasus masih dalam tahap penyelidikan dengan sangkaan luas kebakaran 10 Ha. (ii) Namun dari sisi PT WKS belum ada pelaku yang dituduhkan berasal dari pihak perusahaan. Perlu diketahui bahwa PT. WKS adalah perusahaan perekrut petugas keamanan yang melakukan pemukulan hingga kematian pada Indra Pelani, aktivis agraria pada 27 Februari 2015. PT. WKS adalah anak perusahaan dari Asia Pulp and Paper (APP) Sinar Mas. (iii) Dari semua perusahaan yang menjadi tersangka, 3 manajer (Jambi) dan 1 karyawan perusahaan (Kalsel) tidak ditahan, selebihnya tidak ada info jelas bahwa pelaku dari perusahaan ditahan atau tidak. (iv) 1 Manajer plantation PT. PLM berkewarganegaraan Malaysia menjadi tersangka di Riau. (v) Pada Provinsi Sumatera Selatan terdapat 2 perusahaan berinisial PT GAL dan PTRHM menjadi tersangka di dua polres berbeda, yaitu Polres Muba dan Polres Banyuasin, dengan 141 Ha dan 228 Ha.

Tentu saja menempuh jalur pidana akan amat mendukung akses pemulihan hak-hak asasi dan konstitusional dari 425.377 korban yang terserang ISPA (data Kemenkes, 2015) dan 22 korban tewas sepanjang 2015. Namun demikian, temuan di atas amat menunjukkan pola koordinasi, komunikasi dan koherensi penegakan hukum yang amat lemah.

Jika kita melihat temuan-temuan informasi di atas, maka terlihat beberapa kecenderungan sebagai berikut:

  1. Belum ada model penegakan hukum yang dapat digunakan untuk mengkoordinasikan seluruh aparat kepolisian di lapangan (utamanya di wilayah-wilayah pembakaran hutan) dalam menggali temuan, informasi dan bukti kerugian-kerugian konstitusional dan hak-hak asasi manusia yang bisa diperinci
  2. Polri masih terlihat gamang untuk mampu merajut temuan-temuan fakta yang mengarah pada ruang pertanggungjawaban korporasi. Temuan di atas lebih banyak dititikberatkan pada pelaku lapangan individual tanpa memerhatikan dugaan kuat keterlibatan aktor korporasi di sana. Meskipun dalam beberapa temuan diterangkan bahwa area kebakaran hutan masuk di dalam wilayah konsesi lahan korporasi.
  3. Menguatnya impunitas (ketiadaan hukuman yang diberikan kepada pelaku) atas kasus yang melibatkan PT WKS dan karyawannya baik pada kasus pembakaran hutan maupun kematian aktivis petani Indra Pelani di Sumatera Selatan menunjukkan indikasi menguatnya hukum digunakan berat sebelah.
  4. Akses atas informasi yang dikelola di atas oleh KontraS harus dikawal guna memastikan baik Polri yang bertugas untuk memastikan lengkapnya bukti permulaan dan Kejaksaan Agung dalam upaya penyelidikan dan penuntutan memerhatikan elemen rasa keadilan kepada para korban.
  5. Baik pernyataan yang dilansir oleh Menkopolhukam, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun Kapolri perihal pelarangan penyebutan nama perusahaan-perusahaan yang harus bertanggung jawab menjadi tidak sah dimata hukum, khususnya ketika organisasi HAM seperti KontraS menggunakan mekanisme akuntabilitas resmi negara melalui UU KIP untuk berusaha mengetahui informasi dan mendorong ruang pertanggungjawaban negara dan aktor non-negara.

Oleh karena itu, KontraS mendorong lahirnya sejumlah rekomendasi berikut ini:

  1. Kapolri menginstruksikan kepada jajaran Kapolda di wilayah-wilayah terkait dengan subyek pembakaran hutan dan asap untuk segera menggunakan mekanisme hukum yang berlaku di Indonesia dalam menjerat pelaku (baik perseorangan maupun korporasi) melalui pendekatan hukum pidana untuk mau mempertanggungjawabkan perbuatannya.
  2. Harus ada penggalian informasi dan koordinasi yang dilakukan lintas kementerian dalam memperkuat temuan hukum ini. Polri harus membangun ruang koordinasi dengan Kementerian Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kejaksaan Agung, termasuk dengan komisi-komisi negara independen seperti Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Komisi Pemberantasan Korupsi bahkan Komisi III DPR RI dalam membuat argumentasi hukum yang tidak merugikan hak-hak konstitusional warga negara Indonesia. Dalam ruang ini pengawasan yang ketat atas proses hukum dengan standar akuntabilitas dan transparansi adalah mutlak dilakukan.
  3. Akuntabilitas yudisial yang akan digunakan juga harus menempuh proses hukum yang transparan. Jangan lagi insiden putusan hakim Pengadilan Negeri Palembang dalam gugatan perdata Kementerian Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menyatakan perusahaan tidak bertanggung jawab menjadi tren untuk kejahatan korporasi di Indonesia.
  4. Terkait dengan akses pemulihan hak-hak korban, Kementerian Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan tidak boleh tidak, harus berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Sosial, dan kementerian-kementerian terkait dengan solusi maupun pertanggungjawaban negara dalam memberikan akses pemulihan tanpa hambatan dan pembatasan.
  5. Pemerintah Daerah baik di wilayah region Sumatera dan Kalimantan harus bekerja sama proaktif, memberikan akses kepada publik, masyarakat sipil, organisasi bantuan hukum pro bono,  jurnalis dan mereka yang bertugas untuk menegakkan hukum (kepolisian) dalam menggali semua bukti dan fakta atas kejahatan korporasi dan segala bentuk kerugian-kerugian yang dijamin oleh KUHAP.
  6. Perusahaan-perusahaan –baik yang disebutkan dengan akronim ataupun tidak- yang bertanggung jawab dalam kejahatan pidana ini, harus bekerja sama tanpa melakukan aksi manipulasi baik untuk memutarbalikkan fakta ataupun menutup akses informasi kepada aparat penegak hukum.

Kami mendorong warga Indonesia untuk menjadi aktif, menggunakan kanal-kanal demokratis yang tersedia, seperti akses atas informasi ini, dan termasuk memanfaatkan agenda akuntabilitas negara (termasuk ruang penegakan hukum pidana) dalam kejahatan korporasi di sektor hutan ini.

Jakarta, 8 Januari 2015
Badan Pekerja KontraS

Haris Azhar, MA
Koordinator

Narahubung: Ananto Setiawan (Kepala Divisi Pembelaan Hak-Hak Ekonomi & Sosial) – 081908871477

Januari 8, 2016

Menagih Janji Proses Pidana Terhadap Para Pelaku Pembakaran Hutan & Asap

Menagih Janji Proses […]
Januari 7, 2016

Penangkapan Sewenang-Wenang dan Deportasi kepada Pembela Hak Asasi Manusia di Malaysia

Penangkapan Sewenang-Wenang dan […]
Desember 30, 2015

Pembiaran atas Penangkapan dan Penghilangan Paksa Pencari Suaka Asal Uni Emirat Arab: Indonesia Telah Melanggar Hukum Internasional

Pembiaran atas Penangkapan […]
Desember 26, 2015

Catatan KontraS atas Situasi HAM sepanjang 2015 di Indonesia

Catatan KontraS atas […]
Desember 18, 2015

Usut Tuntas Kematian Marianus Oki Di Dalam Sel Tahanan Pospol Banat Manamas, Ttu, Nusa Tenggara Timur

Usut Tuntas Kematian […]
Desember 11, 2015

Penangkapan Badan Pekerja KontraS pada Peringatan Hari HAM Sedunia 10 Desember 2015

Penangkapan Badan Pekerja […]
Desember 10, 2015

Kebebasan Makin Terancam di Indonesia

Kebebasan Makin Terancam […]
Desember 4, 2015

Penolakan Tambang Banyuwangi: Polisi Harus Bertanggung Jawab Atas Peristiwa Kekerasan Dan Penembakan Warga Penolak Tambang

Penolakan Tambang Banyuwangi: […]
Desember 4, 2015

Kronologi Peristiwa Penembakan Aparat Kepolisian Brimob Polres Banyuwangi Terhadap Warga Sumber Agung

Kronologi Peristiwa Penembakan […]
Desember 3, 2015

Pengekangan Kemerdekaan Novel Baswedan Bentuk Pembangkangan terhadap Presiden

Pengekangan Kemerdekaan Novel […]