Kredit Foto :Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan
Pada hari ini, Selasa, 13 Februari 2024, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan yang terdiri dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Imparsial, Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia (TII), Centra Initiative, Setara Institute, HRWG, Lingkar Madani, dan KontraS menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat Mirage 2000-5.
Ada sejumlah problematika yang koalisi pantau dari proses pengadaan pesawat Mirage 2000-5 dan patut untuk ditelusuri lebih lanjut oleh KPK. Pertama, indikasi kemahalan harga saat merencanakan ingin melakukan pengadaan pesawat Mirage 2000-5. Merujuk pada informasi resmi Kemenhan RI, nilai kontrak sebesar USD 66 juta per-unit untuk Mirage 2000-5 beserta beberapa item lain yang melekat. Harga beli Indonesia terhadap Mirage 2000-5 sesuai kontrak tersebut jauh lebih mahal daripada harga beli pesawat yang ada di kisaran USD 30 juta, di beberapa sumber lain menyebutkan bahwa harga pesawat itu adalah USD 23 juta. Namun harga ini belum memperhitungkan biaya jangka panjang yang terkait dengan biaya pemeliharaan, pelatihan, dan operasional.1
Pembelian jet tempur Mirage 2000-5 bekas pemakaian Angkatan Udara Qatar mencapai 27 tahun dengan harga yang mencapai dua kali lipat harga beli, harus dipertimbangkan bahwa nilai ekonomis Mirage 2000-5 sudah turun bahkan habis. Jika Indonesia membeli 12 unit pesawat tersebut, maka akan ada kelebihan harga sebesar:
Kedua, pembelian pesawat Mirage 2000-5 oleh Indonesia patut diduga melanggar UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Dalam pasal 43 ayat (3) UU a quo disebutkan: Dalam hal alat peralatan pertahanan dan keamanan dalam negeri belum dapat dipenuhi oleh industri pertahanan, pengguna dan industri pertahanan dapat mengusulkan kepada KKIP (Komite Kebijakan Industri Pertahanan) untuk menggunakan produk luar negeri dengan pengadaan melalui proses langsung antar pemerintah atau kepada pabrikan.
Merujuk kepada pasal diatas, hanya ada dua mekanisme dimana Kementerian Pertahanan dapat melakukan pembelian alutsista dari luar negeri.
Ketiga, adanya indikasi penerimaan suap oleh pejabat di Kementerian Pertahanan. Berita terbaru yang disebarluaskan oleh msn.com, sebuah portal web news aggregator (pengumpul berita) berafiliasi dengan Microsoft. Dalam laman yang pada saat laporan ini ditulis, telah mengalami penapisan (DNS filtering), disebutkan adanya proses penyelidikan oleh Badan Antikorupsi Uni Eropa (GRECO) terhadap kontrak pembelian pesawat Mirage 2000-5 bekas antara Pemerintah Indonesia, dalam hal ini diwakili oleh Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan dengan Pemerintah Qatar.
Pemberitaan msn.com juga menyebutkan indikasi pemberian kick-back sebesar 7% dari total kontrak, yakni sebesar USD 55,4 juta yang digunakan untuk pendanaan kampanye presiden pada Pilpres 2024. Adanya kick-back yang sangat fantastis sebesar USD 55,4 juta atau hampir Rp 900 Miliar untuk pendanaan kampanye bukan hanya berarti adanya dugaan korupsi suap, tetapi juga dugaan pelanggaran Pemilu dalam konteks Pidana. Disamping bukti telegram dari GRECO EU ke Kedutaan AS di Indonesia terkait dengan penyelidikan dugaan suap pembelian Mirage 2000-5 oleh Indonesia, terdapat bukti rekaman pembicaraan yang diduga antara seorang pejabat di Kementerian Pertahanan dengan pihak lain yang berkaitan dengan indikasi kesepakatan kick-back.
Berdasarkan uraian di atas, Kami memohon Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (“KPK RI”) agar:
Jakarta, 13 Februari 2023