Selasa, 23 Januari 2024, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menghadiri panggilan sidang penyelesaian sengketa informasi tingkat pengadilan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dengan Nomor Perkara 541/G/KI/2023/PTUN.JKT dalam agenda penyampaian jawaban keberatan Termohon. Persidangan ini merupakan kelanjutan dari serangkaian upaya panjang dalam menuntut akuntabilitas dan transparansi atas pemberian gelar Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres oleh Presiden RI, Joko Widodo, pada 12 Agustus 2021 silam. Patut untuk dipertanyakan alasan pemberian gelar tersebut mengingat Eurico Guterres merupakan pihak yang bertanggung jawab dan memiliki rekam jejak buruk dalam kejahatan kemanusiaan di Timor Timur pada 1999. Terlebih lagi, dakwaan dan hasil investigasi yang membuktikan keterlibatannya dalam kejahatan kemanusiaan tersebut tidak hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga penegak hukum dalam negeri, yaitu Komnas HAM dan Pengadilan HAM ad hoc, namun juga oleh Serious Crimes Unit (SCU) di bawah United Nations Transitional Administration in East Timor (UNTAET).

Keberatan ini diajukan lantaran Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) tidak menerima putusan ajudikasi dari Komisi Informasi Pusat–yang memutus untuk mengabulkan permohonan informasi yang diajukan oleh KontraS selaku Pemohon (saat ini Termohon) berupa Keputusan Presiden RI No. 78/TK/Tahun 2021 tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Jasa dan Alasan Pertimbangan mengenai Pemberian Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres disertai dengan rincian yang memuat keseluruhan mengenai hasil penelitian, pembahasan dan verifikasi usulan pemberian Tanda Kehormatan pada 10 Oktober 2023 saat sidang penyelesaian sengketa informasi publik di Komisi Informasi Pusat. Termasuk menyatakan dalam putusannya bahwa permohonan informasi yang dimintakan oleh KontraS tersebut adalah informasi yang dirahasiakan. Namun sayangnya, pada 25 Oktober 2023 Kemensetneg justru mengajukan keberatan atas putusan tersebut kepada PTUN Jakarta. Lebih lanjut, alasan yang disampaikan dalam pengajuan keberatannya terkesan mengada-ada dan tidaklah konsisten dengan pokok permasalahan yang sesungguhnya. Hal ini menunjukkan perbuatan pemerintah terus mengafirmasi impunitas yang melanda di negeri ini.

KontraS selaku Termohon (Dahulu Pemohon Informasi) dalam jawaban keberatan Termohon yang diajukan kepada Majelis Hakim PTUN dalam hal ini menolak argumentasi keberatan yang diajukan oleh Kementerian Sekretariat Negara yang berupa:

Pertama, Kemensetneg dalam eksepsinya menyatakan bahwa kedudukan hukum (legal standing) yang dimiliki oleh KontraS tidaklah sah dan tidak berdasar pada hukum untuk mengajukan upaya hukum penyelesaian sengketa informasi. Pernyataan ini bertentangan dengan fakta persidangan yang telah diperiksa dan diputus oleh Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat. Sebelumnya pada persidangan sengketa informasi publik dalam agenda sidang lanjutan tertanggal 31 Juli 2023 di Komisi Informasi Pusat, Majelis Komisioner telah memeriksa akta pendirian KontraS dan juga telah menyampaikan daftar bukti surat berupa Penetapan Koordinator Badan Pekerja KontraS maupun Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tentang Persetujuan Perubahan Badan Hukum Pemohon tertanggal 12 Januari 2021 maupun AD/ART organisasi yang membuktikan bahwa KontraS merupakan pihak yang sah dan mempunyai kepentingan dalam melakukan upaya hukum yang dalam hal ini ialah sengketa informasi publik.

Kedua, pengecualian informasi tersebut tidaklah berdasar dan tidak sesuai dengan prinsip keterbukaan informasi publik. Pada intinya Kemensetneg menyatakan bahwa Dokumen Keppres 78/2021 maupun Alasan Pemberian Tanda Jasa Kehormatan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres tidak dapat dipenuhi karena terdapat memorandum yang sifatnya dirahasiakan. Landasan argumen Kemensetneg untuk menutup akses informasi yang dimohonkan tidak selaras dengan limitasi-limitasi ketat yang diatur dalam peraturan perundang-undangan atau dalam hal ini tidak termasuk dalam kategori memorandum yang dirahasiakan sebagaimana Pasal 17 huruf i UU No. 14 Tahun 2008. Penjelasan Pasal 17 huruf i tersebut menjelaskan secara rinci bahwa pada pokoknya memorandum yang dirahasiakan adalah memorandum/surat antar-Badan Publik atau intra-Badan Publik yang sedang digunakan untuk melakukan hubungan antar Badan Publik yang dimaksud dan apabila dibuka dapat secara serius merugikan proses penyusunan kebijakan.

Ketiga, KontraS juga menyoroti bahwa informasi tersebut justru penting untuk dibuka kepada publik seluas-luasnya dalam konteks keterbukaan dan implementasi demokrasi yang partisipatoris. Hal ini juga sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, dalam Pasal 2 huruf h,  menyebutkan bahwa: “Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan diberikan berdasarkan asas keterbukaan”. Sehingga, pemberian Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan harus dilakukan secara transparan, terbuka, dan dapat dikontrol secara bebas oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, sudah sepatutnya Kemensetneg membuka akses informasi terkait dengan dokumen Keputusan Presiden Nomor 78/TK/2021 maupun alasan pemberian Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres yang memuat secara keseluruhan mengenai hasil penelitian, pembahasan, dan verifikasi usulan pemberian Tanda Kehormatan; agar publik dapat menilai kelayakan seseorang yang mendapat gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan. Terlebih, penerima Tanda selain mendapat penghormatan dan penghargaan juga mendapat sejumlah hak yang melibatkan kepentingan umum termasuk salah satunya berhak diberi sejumlah uang sekaligus atau berkala, yang mana uang tersebut bersumber dari pajak yang dibebankan kepada rakyat. Dengan demikian, publik berhak untuk tahu dan mendapatkan akses informasi tersebut, bahkan menilai kelayakan penerima tanda kehormatan.

Sejatinya, pemberian Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres hanyalah sebagian kecil dari keterlibatan pemerintah dalam melanggengkan impunitas di negara ini. Sebagaimana telah kita ketahui bersama, alih-alih menjalani hukuman dan mempertanggungjawabkan perbuatannya, para pelaku kejahatan HAM di negara ini malah bisa melenggang bebas selayaknya warga tidak berdosa. Mereka justru bisa memperoleh jabatan-jabatan penting dan strategis di negara ini, termasuk jabatan Menteri Pertahanan yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo kepada Prabowo Subianto, pelaku Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998. Ia juga lagi-lagi lolos menjadi kandidat Calon Presiden untuk Pemilu yang akan datang untuk ketiga kalinya. Negara telah gagal menegakkan keadilan dan HAM dengan mengizinkan ia maju dalam kontestasi Pemilu 2024. Pemerintah terus memilih berbagai langkah yang menyakiti hati para korban, bukan melindungi dan menjamin pemenuhan hak-hak mereka.

Menyikapi penyampaian keberatan di atas, KontraS mendesak kepada Majelis Hakim PTUN Jakarta yang memeriksa dan mengadili Sengketa Informasi Publik di Tingkat Pengadilan dengan nomor register perkara 541/G/KI/2023/PTUN.JKT untuk menjatuhkan Putusan pada 20 Februari 2024 mendatang sebagai berikut:

  1. Menolak Keberatan PEMOHON (Dahulu Termohon Informasi) untuk seluruhnya;
  2. Menguatkan Putusan Sengketa Informasi Publik Nomor: 042/XI/KIP-PS-A/2021 tertanggal 9 Oktober 2023 dan diucapkan dalam Sidang terbuka untuk umum pada hari Selasa, tanggal 10 Oktober 2023 di Komisi Informasi Pusat;
  3. Menyatakan informasi dalam sengketa a quo, yaitu:
    a. Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia No. 78/TK/Tahun 2021 tentang Penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Jasa;
    b. Alasan pertimbangan mengenai pemberian Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama kepada Eurico Guterres disertai dengan rincian yang memuat secara keseluruhan mengenai hasil penelitian, pembahasan, dan verifikasi usulan pemberian Tanda Kehormatan;
    adalah informasi yang terbuka dan memerintahkan kepada PEMOHON (Dahulu Termohon Informasi) untuk segera memberikan salinan informasi a quo kepada Pemohon paling lambat 7 (tujuh) hari dan memuatnya di halaman website resmi TERMOHON paling lambat 14 (empat belas) hari;
  4. Menghukum TERMOHON (Dahulu Pemohon Informasi) untuk membayar biaya perkara yang timbul dari perkara ini.

 

Jakarta, 23 Januari 2024

Badan Pekerja KontraS

 

Dimas Bagus Arya, S.H

Koordinator

Narahubung: 082175794518

Januari 23, 2024

Tolak Keberatan Kemensetneg! Alasan Pemberian Tanda Kehormatan kepada Terduga Pelaku Kejahatan Kemanusiaan Timor Leste (Eurico Guterres) Harus Diungkap ke Publik

Selasa, 23 Januari […]
Januari 22, 2024

17 Tahun Perjuangan Mempertahankan Tanah dan Ruang Hidup Belum Selesai!

Rumpin Bogor, 21 […]
Januari 21, 2024

Peluncuran Catatan Kritis: Atas Nama Proyek Strategis Nasional: Ruang Hidup Dirampas, Masyarakat Tertindas

Komisi untuk Orang […]
Januari 20, 2024

Surat Desakan untuk Memastikan Pengambilan Kesaksian Mary Jane Veloso sebagai Saksi Korban Perdagangan Orang dengan Berbasis Hak Asasi Manusia dan Prinsip Non Punishment

Kepada Menteri Hukum […]
Januari 19, 2024

Peluncuran Catatan Kritis: Atas Nama Proyek Strategis Nasional: Ruang Hidup Dirampas, Masyarakat Tertindas

Menjelang Debat Calon […]
Januari 18, 2024

17 Tahun Aksi Kamisan: Orang Silih Berganti, Aksi Kamisan Tetap Berdiri

Setiap hari Kamis […]
Januari 17, 2024

Gugatan Kepada Guru Besar IPB Merupakan Bentuk Serangan Terhadap Pembela HAM dan Mencederai Perjuangan Memulihkan Lingkungan

Sumber Foto : […]
Januari 11, 2024

Debat Capres Ketiga : Serba Serbi Politik Luar Negeri Debat Capres 2024

Pada 7 Januari […]
Januari 11, 2024

Sidang Putusan Tiga Polisi Pelaku Penyiksaan Oki Kristodiawan : Menagih Pertanggungjawaban Pimpinan Aparat!

Selasa, 9 Januari […]
Januari 10, 2024

Pasca Putusan Bebas terhadap Fatia dan Haris: Apresiasi terhadap Majelis Hakim dan Langkah Kasasi dari JPU Menunjukkan Politik Penegak Hukum Berpihak pada Kekuasaan

10 Januari 2024 […]