Usulan Presiden RI Joko Widodo untuk pengangkatan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (KASAU) sebagai Panglima TNI telah disetujui DPR RI melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di ruang Komisi I DPR RI, Senayan, Jakarta, pada hari Rabu, 6 Desember 2017.
KontraS mengkritisi proses uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR RI yang tidak mampu mengelaborasi lebih dalam pertanyaan-pertanyaan mengenai visi dan misi Marsekal TNI Hadi Tjahjanto jika menjabat sebagai Panglima TNI. Terutama DPR RI tidak memunculkan keseriusan mendalami persoalan kekerasan yang masih ada atau dilakukan oleh Anggota TNI diberbagai tempat. Baik disebabkan persoalan pribadi ataupun persoalan bisnis ditingkat lokal yang masih melibatkan sejumlah anggota TNI diberbagai tempat. Misalnya memberikan jasa keamanan diberbagai tempat atau sejumlah kekerasan terhadap jurnalis.
Kami juga menyayangkan Komisi I tidak memberikan arahan ketika merekomendasikan Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI. Bagi kami tugas DPR ketika uji kelayakan dan kepatutan bukan sekedar memeriksa komitmen, visi dan rencana kerja. Namun seharusnya bisa memberikan catatan-catatan yang harus dilakukan sesuai dengan agenda penataan hukum, institusi TNI dan acuan lain seperti Hak asasi Manusia sebagaimana yang dijamin dalam UUD 1945.
Dalam pantauan kami pergantian posisi Panglima TNI yang berasal dari matra Angkatan Udara jika dihitung menggunakan metode ‘urut kacang’ seharusnya telah diemban oleh matra Angkatan Udara pada periode lalu sesuai dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI bahwa posisi Panglima TNI sebaiknya dijabat secara bergantian dari tiap-tiap matra demi membangun soliditas dan profesionalitas di dalam tubuh TNI.
Komitmen Panglima TNI terpilih Marsekal TNI Hadi Tjahjanto untuk memastikan bahwa TNI akan melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan kehendak rakyat melalui koridor konstitusi dan kaidah-kaidah demokrasi yang berlaku hendaknya tidak hanya menjadi jargon semata. Panglima TNI harus menunjukan upaya yang luar biasa untuk mengembalikan amanat reformasi TNI pada jalurnya, mewujudkan TNI menjadi institusi yang lebih professional dan modern; tidak berpolitik, memiliki kompetensi dalam bidangnya dan tunduk pada prinsip supremasi sipil, demokrasi, dan hak asasi manusia.
Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang merupakan lulusan AAU tahun 1986 menjadi junior di antara dua Kepala Staf Angkatan matra lainnya yakni Jendral TNI Mulyono (1983) dan Laksamana TNI Ade Supandi (1983) serta merupakan Panglima TNI kedua dari matra Angkatan Udara, harus memastikan jajaran di tubuh militer yang dipimpinnya untuk mengikuti agenda-agenda reformasi TNI seperti akuntabilitas, keterbukaan dan profesionalitas TNI di era reformasi pasca runtuhnya rezim Orde Baru sebagaimana yang tegas diatur dalam TAP MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri.
Berdasarkan hal itu, KontraS menyusun 9 (sembilan) catatan pekerjaan rumah yang masih harus diselesaikan oleh institusi TNI yang akan dipimpin oleh Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, diantanya:
Demikian sejumlah poin catatan ini kami tujukan kepada Marsekal TNI Hadi Tjahjono, selaku calon Panglima TNI yang baru, guna mendukung kerja-kerja TNI kedepan dalam rangka mewujudkan TNI yang modern dan profesional, serta menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi, supremasi sipil, dan hak asasi manusia.
Jakarta, 7 Desember 2017
Badan Pekerja KontraS
Yati Andriyani
Koordinator