Jakarta, 9 Oktober 2023 – Sidang kasus kriminalisasi terhadap Fatia Maulidiyanti (Koordinator KontraS 2020-2023) dan Haris Azhar (Pendiri Lokataru) kembali dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan ahli yang meringankan (a de charge). Dalam sidang sebelumnya, kami telah menghadirkan Ahli Yunus Husein yang menyatakan bahwa Luhut masuk sebagai kategori Politically exposed person (PEP) dan Beneficiary Ownership (BO). Selain itu, sidang minggu lalu juga membantah bahwa Haris Azhar meminta saham kepada Luhut lewat saksi yang didatangkan langsung dari masyarakat adat di Papua. 

Pada persidangan 9 Oktober 2023, kami menghadirkan dua orang ahli yakni Rocky Gerung dan Dr. Herlambang Wiratraman, S.H., M.A. Secara umum Rocky Gerung dihadirkan dalam kapasitasnya sebagai ahli kebebasan berekspresi. Sementara Ahli Herlambang menerangkan tentang riset dan Hak Asasi Manusia (HAM). 

Berdasarkan keterangan ahli, hakikatnya kebebasan berekspresi akan membuat ‘kuping panas’ bagi penguasa. Dalam negara demokratis seperti Indonesia, kebebasan berbicara seharusnya diperkuat. Semakin demokratis suatu negara, semakin biasa dan dianggap normal bentuk-bentuk kebebasan berbicara. Sayangnya situasi di Indonesia berkebalikan, kebebasan berekspresi sering dipermasalahkan. 

Lebih lanjut, Ahli menerangkan bahwa kebebasan berekspresi biasanya merupakan melawan pendapat yang mainstream sehingga kontroversi akan otomatis muncul. Selain itu, ahli menambahkan peran masyarakat sipil dalam demokrasi yang mana suara masyarakat sipil merupakan suara yang voiceless atau powerless.  Suara masyarakat sipil ini yang sangat esensial guna mencegah kekuasaan yang absolut. 

Selanjutnya Ahli menyatakan bahwa seharusnya pemerintah menghargai dan memfasilitasi kritik yang disampaikan oleh masyarakat sipil. Dalam negara beradab harusnya pemerintah dalam hal ini pejabat publik tak boleh memberikan judgement terhadap suatu kritik. Pejabat yang bermental demokrasi harus memfasilitasi dan mendengarkan kritik. 

Salah satu poin penting yang disampaikan oleh Ahli Rocky adalah kekuasaan hegemoni berimplikasi buruk pada kehidupan masyarakat. Dalam demokrasi, semua hal boleh diucapkan kecuali yang dilarang. Kebebasan berekspresi hanya akan dilarang ketika berimplikasi pada menyentuhnya fisik atau kekerasan. Harus dibedakan kritik dan penghinaan terhadap pejabat publik. Seorang pejabat publik harus melepaskan dimensi pribadinya, sebab setiap pejabat publik dia hanya memiliki tubuh publik, kecuali dalam sistem kerajaan, Dalam demokrasi, tubuh publik tidak boleh membawa tubuh privat. Disini peran Joko Widodo sebagai Presiden untuk menghadirkan Public Discourse bahwa pejabat tidak boleh anti kritik. 

Saat kami menanyakan anggapan bahwa ada standarisasi kritik misalnya seperti kritik harus solutif atau membangun, Ahli menjawab tidak ada ketentuan etis yang mengharuskan bahwa suatu penelitian menjadi final. Maka riset harus dianggap statusnya on going untuk terus diuji kebenarannya.  Ahli pun membantah bahwa kritik tidak harus membangun, justru secara filosofis kritik berarti menganalisis atau membongkar. Jadi kritik yang membangun adalah ungkapan yang kontradiktif. Dalam kaitannya dengan Papua, Ahli Rocky menyatakan bahwa Papua menjadi sorotan internasional sebagai lokasi defamasi hak asasi manusia. Sehingga wajar jika Papua menjadi lokasi riset HAM. 

Dalam konteks yang ideal, jika tak setuju dengan sebuah hasil riset, kekuasan seharusnya membuat riset tandingan, bukan melaporkan lewat mekanisme hukum. Di era Jokowi ada penghalangan kebebasan berpendapat khususnya lewat UU ITE. Salah satunya dibuktikan dari riset Freedom House yang membungkusnya dalam indeks demokrasi.

Ahli Rocky pun menambahkan bahwa dalam perkembangan global, mereka yang berjuang untuk lingkungan hidup harus dilindungi secara hukum. Akan tetapi di Indonesia, regulasi dan penerapannya tidak comply dengan tren dunia dalam melindungi pembela lingkungan. Maka paradigma tersebut pun sudah mulai terinternalisasi di dalam pendidikan dan pelatihan, misalnya di Mahkamah Agung. 

Sebagai penutup Ahli Rocky menyatakan bahwa Pejabat publik mendapatkan privilese dari publik, maka dia seharusnya melepaskan segala hal dari ranah privat. Kritik terhadap pejabat publik pun sifatnya wajib dan harus. Adapun objek kritiknya hasil dari kedudukan dia sebagai pejabat publik

Dalam sesi Ahli Rocky, kami menyayangkan sikap Jaksa yang tidak melakukan pendalaman secara maksimal dengan mengemukakan pertanyaan yang bermutu. Hal ini kami nilai sebagai bentuk ketidakpahaman Jaksa Penuntut Umum dalam mendakwa Fatia dan Haris. Jaksa dalam membawa perkara ini ke peradilan tidak pernah mempertimbangkan dan memperhatikan aspek kebebasan berekspresi dalam kerangka HAM, kendati telah dijamin dalam konstitusi dan instrumen hukum lainnya. 

Sementara itu, Ahli kedua yakni Herlambang dihadirkan dalam kapasitasnya sebagai ahli riset dan HAM. Dalam keterangannya, Ahli menjelaskan bahwa kajian cepat (rapid assessment) merupakan bagian dari kajian akademik mengingat waktu yang terbatas dan untuk menghadapi situasi misalnya Pandemi yang butuh respon cepat. Kajian cepat dapat juga dilakukan karena keterbatasan anggaran. Dalam ilmu sosial maupun sains kajian cepat merupakan hal yang umum dan lumrah dilakukan. 

Metodologi merupakan pilihan dari peneliti untuk mencari kebenaran dalam suatu riset. Berkaitan dengan diseminasi, perlu dikembangkan cara-cara mendiskusikan hasil suatu riset. Menurut ahli, tradisi ini yang harus dikembangkan lewat berbagai cara seperti channel youtube, podcast atau twitter seiring perkembangan teknologi digital. Mendiskusikan hasil riset merupakan bagian dari ruang kebebasan akademik (scientist freedom). 

Ahli menyatakan bahwa siapapun berhak melakukan diseminasi atau mendiskusikan suatu hasil riset. Selain itu, seseorang dalam mendiseminasikan hasil riset, tentu tidak bisa sama persis dengan apa yang ditulis. Bahkan lewat berbicara, imajinasinya bisa jauh lebih luas dibandingkan yang tertulis. Dalam melakukan diseminasi, dikenal juga paraphrase, sehingga bukan untuk hal-hal yang sifatnya tertulis saja. Ahli pun menambahkan bahwa dalam tim riset, yang mendiseminasikan tidak harus sesuai dengan apa yang ditulis. 

Ahli pun menerangkan pembatasan kebebasan berekspresi dalam kerangka HAM. Sebagai contoh dalam Pasal 19 ICCPR ayat (2) dan (3), pembatasannya dapat merujuk pada siracusa principle, yang mana salah satunya misalnya menjelaskan pembatasan harus prescribed by law (dibatasi oleh hukum). Selain itu, pembatasan dalam hukum internasional juga berkaitan dengan mengarah pada kekerasan, unsur sara, rasisme, pornografi.  Salah satu aspek penting lainnya, dalam pembatasan harus mengikuti prinsip legitimate aim atau kembali ke tujuannya. Kebebasan berekspresi dalam Pasal 19 ayat (2) ICCPR dapat dikecualikan untuk kepentingan umum dan apabila ekspresi tersebut ditujukan untuk pejabat. 

Dalam sidang ini kami pun menanyakan jika terjadi konflik hukum antara kebebasan berekspresi dan hak reputasi. Dalam jawabannya ahli menyatakan bahwa beberapa hal harus diuji, misalnya persoalan kepentingan publik dan kritik ditujukan. Ahli menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dipidana apabila sedang menyampaikan kritik. 

Ahli dalam keterangannya pun menegaskan bahwa dalam kesimpulan itu murni menjadi keinginan penulis atau tim. Kesimpulan pun tidak harus mencerminkan keseluruhan riset, bahkan dalam beberapa riset sifatnya imajinatif. Riset dalam kerangka kebebasan akademik pun tidak harus dibahas dalam ruang yang sifatnya akademis. Dilihat dari subjeknya, riset pun tidak harus dilakukan oleh akademisi dan peneliti. Jikapun suatu riset kurang lengkap atau keliru, penulis riset itupun tidak dapat dipidana. Idealnya dilawan lewat riset tandingan atau bantahan. 

Sebagai penutup ahli Herlambang menyatakan bahwa individu dengan jabatan yang ada kaitannya dengan kekayaan yang eksesif, keterlibatannya dalam korupsi dan domain publik lainnya sah untuk dikritik. 

 

Narahubung:

Nurkholis Hidayat (Tim Advokasi untuk Demokrasi)
Andi Muhammad Rezaldy (Tim Advokasi untuk Demokrasi)
Ma’ruf Bajamal (Tim Advokasi untuk Demokrasi)

Oktober 10, 2023

Sidang Pemeriksaan Ahli dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Ahli Menegaskan Bahwa Tindakan Fatia dan Haris Bagian dari Kebebasan Berekspresi, Kebebasan Akademik dan Dilindungi HAM

Jakarta, 9 Oktober […]
Oktober 10, 2023

Keluarga Alm. Oki Melakukan Pelaporan Serta Menagih Komitmen Pengungkapan Penyiksaan dan Perlindungan Kepada Lembaga Negara

Pada Selasa sampai […]
Oktober 9, 2023

Waspada Ancaman Demokrasi: Awasi Penggunaan, Polri Harus Buka Informasi Pengadaan “Kuda Terbang”

Ancaman kebebasan sipil […]
Oktober 6, 2023

Hentikan Proses Penangkapaan dan Upaya Pemidanaan 18 Orang Peserta Aksi Damai & Simpatik Greenpeace Indonesia, Bebaskan Segera

Pagi tadi (6/10/23) […]
Oktober 5, 2023

Aksi Simbolik Organisasi Masyarakat Sipil pada Penangkapan Adilur Rahman Khan dan Nasiruddin Elan di Bangladesh

Pada 3 Oktober […]
Oktober 5, 2023

DPR RI Laksanakan Hak Angket Perihal Dugaan Politisasi dan Penyalahgunaan Intelijen oleh Presiden

Kepada Yth, Ketua […]
Oktober 5, 2023

Masalah Masih Menumpuk: Reformasi TNI Jalan di Tempat

Bertepatan dengan peringatan […]
Oktober 4, 2023

Respon KontraS atas Revisi UU ASN: Mengangkangi Hukum dan Pembangkangan Nyata terhadap Semangat Reformasi!

Pada 3 September […]
Oktober 3, 2023

Sidang Pemeriksaan Saksi dan Ahli dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Luhut Masuk ke Dalam Kategori PEP dan BO serta Bantahan Saksi terhadap Narasi Haris Azhar Meminta Saham

Jakarta, 2 Oktober […]
Oktober 1, 2023

1 TAHUN TRAGEDI KANJURUHAN: Duka Berlarut dan Impunitas yang Tak Surut

1 Oktober 2023, […]