Jakarta, 30 Agustus 2023 – Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Konvensi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa perlu dilaksanakan tahun ini oleh DPR-RI sebagai jaminan ketidakberulangan tindak penghilangan paksa. Namun, setelah perjalanan panjang sejak 2010 ditandatanganinya Konvensi, RUU ini mandek dan belum kunjung mendapatkan lampu hijau pengesahan di DPR RI. Terbukti dalam sidang DPR RI sebelum masa reses Agustus-September 2023, prolegnas belum menjadwalkan pembahasan RUU. Mestinya, jadwal pengesahan RUU bisa segera dilakukan setelah masuk dalam Daftar RUU Kumulatif Terbuka tentang Pengesahan Perjanjian Internasional.

Bukan tanpa alasan jika Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penghilangan Paksa mendesak pembahasan ratifikasi dilakukan pada tahun ini, bertepatan dalam Hari Anti Penghilangan Paksa pada 30 Agustus 2023. Pengesahan RUU ini bahkan sudah masuk dua kali RAN-HAM oleh DPR, yaitu periode 2011-2014 dan 2014-2018.

RUU ini sering disalahpahami sebagai undang-undang bermuatan politis untuk menjegal tokoh tertentu. Seharusnya kesalahpahaman ini sudah usai dengan telah diterbitkannya Surat Presiden (Surpres) berisi persetujuan 4 kementerian terkait, yaitu Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Pertahanan pada 2023.

Pengesahan RUU ini harus dipahami sebagai bagian dari fungsi pencegahan dan korektif yang dilakukan oleh negara untuk mencegah terulangnya peristiwa penghilangan paksa di kemudian hari. Selain itu, Pengesahan RUU ini dapat memperkuat sistem legislasi dan supremasi hukum di Indonesia, sebab konvensi mengatur pemberian kepastian hukum bagi korban dan keluarga korban, serta jaminan ketidakberulangan praktik penghilangan paksa bagi generasi yang akan datang.

Upaya ini bukan hal yang tiba-tiba dituntut masyarakat sipil menjelang pemilu 2024. Melainkan sebuah proses panjang sejak konvensi ditandatangani pada 27 September  2010, melalui Menteri Luar Negeri RI, Marty Natalegawa. Setelah itu, konvensi mulai berlaku (enter into force) pada 23 Desember 2010. 

Pentingnya Pengesahan RUU ini sejalan dengan rekomendasi DPR oleh Pansus Penghilangan Paksa tahun 2009 untuk kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa 1997/1998, butir ke–4 (keempat): “merekomendasikan  kepada pemerintah agar segera meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai  bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia”. 

Indonesia perlu mengulang keberhasilan yang pernah diraih ketika membuat Komisi Kebenaran dan  Persahabatan (KKP) RI – Timor Leste pada tahun 2005 serta reunifikasi stolen children dari Timor periode 1975-1999 yang saat ini di Indonesia. 

Ratifikasi juga menjadi ruang penguatan penegakan HAM dan perdamaian di kawasan regional setingkat ASEAN bahwa Indonesia mampu memberikan contoh untuk mencegah terjadinya praktik penghilangan paksa. Mengingat kondisi saat ini pembela HAM dari negara-negara bagian di kawasan ASEAN masih rentan menjadi korban penghilangan paksa. 

Dalam Rangka Memperingati Hari Anti Penghilangan Paksa – 30 Agustus 2023

Koalisi masyarakat sipil Anti Penghilangan Paksa

KontraS, Federasi KontraS, KontraS Aceh, AJAR (Asia Justice and Rights), IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia), Amnesty Internasional Indonesia, ELSAM, YLBHI, SETARA Institute, PBHI, dan Imparsial.

Agustus 30, 2023

DPR-RI Menyandera Rancangan Undang-Undang Perlindungan Semua Orang dari Tindakan Penghilangan Orang Secara Paksa Setelah Selangkah Lagi Disahkan

Jakarta, 30 Agustus […]
Agustus 29, 2023

Sidang Pemeriksaan Terdakwa dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Fatia Maulidiyanti Bantah Cemarkan Nama Baik Luhut, Perbuatan Fatia dan Haris Murni Perjuangkan Kepentingan Umum

Jakarta, 28 Agustus […]
Agustus 25, 2023

#USUTTUNTAS: Mahkamah Agung Membatalkan Putusan Bebas, Namun Menjatuhkan Hukuman Ringan Terhadap Pelaku Tragedi Kanjuruhan

Koalisi masyarakat sipil […]
Agustus 23, 2023

Satu Tahun Kasus Mutilasi 4 Warga Nduga: Pelaku Harus tetap Dihukum Berat dan Momentum untuk Menghentikan Kekerasan di Papua

Tepat setahun yang […]
Agustus 22, 2023

Sidang Pemeriksaan Terdakwa dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Haris Azhar Jawab Seluruh Dakwaan dan Gambarkan Buruknya Situasi Kemanusiaan di Papua

Jakarta, 21 Agustus […]
Agustus 16, 2023

Respon Pidato Kenegaraan 16 Agustus 2023: Penegakan HAM Masih Belum Menjadi Agenda Utama.

Sesuai dengan kebiasaan […]
Agustus 16, 2023

Revisi UU Peradilan Militer sudah Mendesak: Menkopolhukam Harus Segera Lakukan Inisiatif atas Usulan Revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer

Jakarta, 16 Agustus […]
Agustus 15, 2023

Sidang Pemeriksaan Ahli dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Jaksa Kembali Gagal Menghadirkan Ahli dan Menjebak Fatia-Haris untuk Menjadi Saksi di Perkara Satu Sama Lain

Jakarta, 14 Agustus […]
Agustus 10, 2023

Sidang Pemeriksaan Ahli dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Poin Keterangan Ahli Tidak Signifikan Membuat Terang Perkara dan Ungkap Fakta Bahwa Penempatan Militer di Papua Ilegal

Jakarta, 31 Juli […]
Agustus 8, 2023

Perkembangan Penanganan Peristiwa Kanjuruhan Jalan di Tempat, Justru Renovasi Stadion Kanjuruhan Malang Jadi Prioritas Pemerintah Pusat

Tim Advokasi Tragedi […]