Jakarta-Jumat 16 Juni 2023, Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD)  melaporkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan Majelis Hakim Pemeriksa Perkara Nomor 202/Pid.Sus/2023/PN Jkt. Tim atas nama Terdakwa Haris Azhar dan Nomor 202/Pid.Sus/2023/PN Jkt. Tim atas nama Terdakwa Fatia Maulidiyanti. Pelaporan tersebut didasari pada tindakan majelis hakim yang memeriksa perkara Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti melontarkan kalimat seksis kepada salah satu penasihat hukum dalam sidang ke-6 yang digelar pada 8 Juni 2023 lalu dengan agenda pemeriksaan saksi pelapor Luhut Binsar Panjaitan. Tak hanya itu, kami juga turut melaporkan adanya upaya pembatasan masyarakat umum yang hendak mengunjungi ruang sidang hingga diberhentikannya sementara waktu seluruh pelayanan publik oleh otoritas PN Jakarta Timur. 

Sebelumnya, berdasarkan pemantauan langsung yang kami lakukan sejak pagi aparat keamanan dari TNI/Polri hingga petugas Pamdal sudah memadati area pengadilan. Akses gerbang pintu masuk dan keluar pengadilan dijaga barikade hidup sekitar 50-an anggota kepolisian dari satuan Sabhara Polres Jakarta Timur. Akibat dari penjagaan tersebut, tim penasehat hukum dihambat oleh anggota kepolisian tanpa dasar hukum yang jelas. Hal serupa juga menimpa jurnalis dan tim pemantau dari Komisi Yudisial Republik Indonesia. Tindakan penghambatan tersebut berlanjut ketika para penasehat hukum sempat tidak diperbolehkan masuk ke dalam ruang persidangan. Bahkan, elemen masyarakat sipil seperti korban pelanggaran ham berat, buruh hingga mahasiswa yang hendak menonton jalannya sidang Haris dan Fatia dilarang masuk ke area pengadilan hingga proses pemeriksaan saksi selesai. Padahal, majelis hakim telah menyatakan bahwa sidang dinyatakan dan terbuka untuk umum.

Hal tersebut di atas berbanding terbalik ketika rombongan dari saksi pelapor Luhut Binsar Pandjaitan yang datang menggunakan mobil langsung diberikan akses tanpa ada pemeriksaan apapun. Seketika sidang hendak dimulai, Luhut Binsar Pandjaitan beserta rombongan diberi tempat khusus di ruang tunggu Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Bahkan pelayanan publik di PTSP hingga persidangan perkara lain dihentikan pada hari tersebut oleh otoritas PN Jakarta Timur. Lebih jauh, dalam jalannya proses pemeriksaan saksi pelapor Luhut Binsar Pandjaitan beberapa kali melontarkan pernyataan tendensius yang menyudutkan tim penasehat hukum dengan menyebut ‘anak-anak muda’ yang secara tidak langsung menegasikan peran advokat dalam melakukan pembelaan terhadap Fatia-Haris.

Masih dalam rangkaian pemeriksaan saksi, Ketua Majelis Hakim memberikan pernyataan yang tidak patut dengan mengatakan bahwa salah satu kuasa hukum Fatia-Haris yang bertanya kepada saksi pelapor Luhut Binsar Pandjaitan seperti suara perempuan karena terdengar kecil dan lirih. Kami menilai tindakan ketua majelis hakim tersebut merupakan bentuk pernyataan seksisme yang merupakan bentuk diskriminasi dan stereotip gender. 

Berdasarkan kronologi dan fakta-fakta yang telah dijabarkan diatas, kami menilai bahwa telah terjadi pelanggaran etik yang dilakukan oleh Majelis Hakim pemeriksa perkara dan ketua pengadilan sebagai pimpinan tinggi otoritas pengadilan. Penghambatan terhadap penasehat hukum hingga pelarangan masyarakat sipil untuk menyaksikan persidangan merupakan bentuk pelanggaran atas asas sidang terbuka untuk umum sebagaimana yang dimandatkan dalam Pasal 153 ayat (3) KUHAP dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Selain itu, keputusan untuk menghentikan pelayanan PTSP serta persidangan perkara lain oleh otoritas PN Jakarta Timur merupakan bentuk pelanggaran atas asas kepentingan umum, persamaan perlakuan/tidak diskriminasi hingga kesamaan hak dalam mengakses pelayanan publik sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Oleh karenanya, kami berpendapat bahwa telah terjadi pelanggaran etik sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 dan Nomor 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Kami menilai bahwa prinsip kode etik dan perilaku seperti bersikap mandiri, berperilaku arif dan bijaksana, bertanggungjawab hingga bersikap profesional telah diindahkan oleh Majelis Hakim pemeriksa perkara dan ketua pengadilan sebagai pimpinan tinggi otoritas pengadilan dalam sidang Fatia-Haris pada 8 Juni 2023.

Berdasarkan sejumlah fakta dan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim tersebut, kami mendesak Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia untuk:

Pertama, segera tindak lanjuti pengaduan 0959/VI/2023/P dengan memanggil pihak-pihak yang dilaporkan untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan.

Kedua, segera melaporkan secara aktif dan berkala kepada publik termasuk Advokasi Untuk Demokrasi atas setiap perkembangan proses etik yang telah dilakukan

Ketiga, secara aktif melakukan pemantauan dan pengawasan langsung terhadap jalannya persidangan kriminalisasi pembela HAM Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar.

 

Jakarta, 16 Juni 2023
Tim Advokasi Untuk Demokrasi
Kuasa Hukum Fatia – Haris

Narahubung:

  1. Saleh Al Gifari
  2. Muhammad Al-Ayubbi Harahap
  3. Rozy Brilian Sodik
  4. Muhammad Yahya Ihyaroza 
Juni 17, 2023

Dugaan Pelanggaran Etik oleh Majelis Hakim dan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur Dalam Sidang Fatia-Haris, Komisi Yudisial Segera Tindaklanjuti Aduan

Jakarta-Jumat 16 Juni […]
Juni 15, 2023

Tim Percepatan Reformasi Hukum Bentukan Kemenko Polhukam: Harus Berani Menghasilkan Terobosan Baru dan Kritis Terhadap Berbagai Undang-Undang yang Bermasalah

Pada tanggal 9 […]
Juni 13, 2023

Sidang Pemeriksaan Saksi dalam Kasus Kriminalisasi Fatia dan Haris: Kedua Saksi Minim Integritas, Inkonsisten dan Tak Signifikan Membuat Terang Perkara

Jakarta, 12 Juni […]
Juni 9, 2023

Sidang Pemeriksaan Luhut Binsar Panjaitan dalam Kasus Kriminalisasi Fatia-Haris: JPU Berperilaku Seperti Kuasa Hukum Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dan Pembatasan Akses Persidangan Sewenang-wenang oleh Pengadilan Negeri Jakarta Timur

Jakarta, 29 Mei […]
Juni 6, 2023

Instruksi Tembak di Tempat oleh Kapolres Cianjur: Bentuk Arogansi Aparat, Berbahaya dan Berpotensi Melanggar HAM

Komisi Untuk Orang […]
Juni 5, 2023

Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Penegakan Hukum dan HAM Papua. Majelis Hakim Pemeriksa Perkara Kasus Penembakan dan Mutilasi 4 Warga Sipil Nduga di Pengadilan Negeri Kota Timika Diharapkan Menghukum Berat para Terdakwa

Kasus Mutilasi dan […]
Juni 5, 2023

Segera Adili Prajurit TNI Angkatan Laut Terduga Pelaku Tindak Penyiksaan di Sikka, Nusa Tenggara Timur!

Komisi Untuk Orang […]
Mei 30, 2023

Putusan Pengadilan Tinggi Militer terhadap Mayor Helmantho Dakhi Melecehkan Rasa Keadilan Masyarakat Papua

Pada Rabu 12 […]
Mei 29, 2023

Sidang Pemeriksaan Pokok Perkara Kasus Kriminalisasi Fatia-Haris: Luhut Mangkir dari Pemeriksaan dan Bukti Nyata Praktik Diskriminasi Hukum di Indonesia

Jakarta, 29 Mei […]
Mei 26, 2023

Pekan Penghilangan Paksa: Menanti Keseriusan Negara dalam Menjamin Perlindungan Semua Orang dari Tindakan Penghilangan Orang Secara Paksa

Setiap tahun pada […]