Belum Ada Kabar Baik Tentang Papua:

Pembubaran Aksi 1 Desember di Jakarta, Wajah Brutalitas Polisi Indonesia

 

Satu Desember hari ini tidak berbeda dengan situasi 1 Desember ditahun-tahun sebelumnya di mana ratusan warga Papua kerap dikriminalisasikan atas nama ketertiban sipil dan kedaulatan negara. Hari ini kita sama-sama melihat praktik brutalitas yang kembali direproduksi oleh Polda Metro Jaya dalam penangkapan 306 masa aksi Papua yang diketahui tengah merayakan ekspresi damai identitas ke-Papua-an yang selalu dirayakan setiap tanggal 1 Desember. Aparat polisi Polda Metro Jaya telah melakukan penangkapan sewenang-wenang masa aksi pada pukul 10 pagi di sekitar Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat.

Dari hasil pantauan KontraS, kami mengetahui bahwa tindak penangkapan sewenang-wenang ini memiliki kaitannya dengan peristiwa yang dialami oleh ke-22 mahasiswa Papua yang bergerak dari arah Tangerang untuk berpartisipasi dalam aksi demonstrasi. Diketahui bahwa pemantauan aksi telah dilakukan 1 hari (30 November) sebelum aksi dimulai oleh intel kepolisian di sekitar Asrama Aru tempat ke-22 mahasiswa tinggal. Pada 1 Desember, ketika 22 mahasiswa ini bergerak ke Jakarta dengan menggunakan 2 mobil mereka dihadang di pom bensin. Ada pertanyaan yang bernada diskriminatif dan keras, terjadi cekcok adu mulut dan aksi saling dorong antara mahasiswa dan 2 polisi yang menghadang mereka. Di sekitar pintu tol Serpong, 2 mobil dikawal untuk dibawa langsung ke Polda Metro Jaya. Ke-22 mahasiswa di-BAP oleh Resmob dan Krimum Polda Metro Jaya.  Hingga tulisan ini dibuat, dua puluh dari 22 mahasiswa Papua telah dibebaskan pada malam ini pukul 20.30 WIB; sedangkan Enos dan Eli (mahasiswa STKIP Surya Tangerang) masih menjalani pemeriksaan sampai sekarang dengan tuduhan Pasal 160, 170, 212, 214 dan 351 KUHP. Fakta lapangan lainnya juga ditemukan bahwa seorang pria bernama Halim (58 tahun) telah ditangkap tanpa bukti yang jelas pada peristiwa ini, padahal ia hanya menonton berjalannya aksi.

KontraS juga mengetahui penangkapan sewenang-wenang ini juga diikuti dengan tindakan pemukulan dan penganiayaan terhadap sejumlah jurnalis asing yang sedang meliput ekspresi damai di dekat Bundaran HI. Step Vaessen (Al Jazeera), ia dikeliling polisi-polisi intel berbaju bebas dan telepon genggamnya diambil paksa, Chris B (Bloomberg), Archicco Guiliano (ABC Australia) dan wartawan BBC menjadi korban brutalitas dan penyensoran media oleh polisi. Mereka dipaksa menghapus video dan foto aksi pembubaran paksa. Pemukulan menggunakan rotan juga diarahkan kepada jurnalis asing yang datang meliput aksi hari ini. Tidak ada alasan yang jelas dan pasti atas penangkapan ini. Kabar sumir berkembang bahwa massa aksi membawa simbol Bintang Kejora yang telah lama diakui oleh Mantan Presiden Abdurrahman Wahid sebagai simbol kebudayaan dan ekspresi damai orang Papua.

Penangkapan sewenang-wenang ini tidak hanya mencederai komitmen Indonesia dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, Undang-Undang HAM No. 39/1999, jaminan mengemukakan opini di depan umum sesuai dengan UU No. 8/1998 dan termasuk komitmen Polri untuk tunduk pada standar HAM melalui Perkap No. 8/2009; namun lebih jauh dari itu, penangkapan ini menunjukkan bahwa belum ada itikad baik dari pemerintah untuk melihat konteks Papua dalam situasi setara, non diskriminasi, dan subyek hukum yang memiliki hak yang sama seperti laiknya warga negara Indonesia.

Publik harus mengetahui bahwa saat ini, Pemerintah Indonesia melalui Kantor Staf Kepresidenan tengah gencar merancang kampanye untuk memunculkan berita-berita baik seputar Papua sebelum Presiden Joko Widodo berkunjung ke Papua pada tanggal 10 Desember nanti. Pemerintah akan mengabarkan praktik pembangunan masif yang telah diagendakan di Papua, akses berjualan bagi mama-mama di pasar, jembatan, jalan raya rumah sakit dan lain sebagainya. Pembebasan Filep Karma juga nampaknya menjadi bagian dari politik bumbu dapur berita baik tersebut. Namun agenda ini tidak memiliki arti apa-apa apabila pemerintah melulu melihat Papua dalam pendekatan keamanan, jurnalis masih direpresi, akses informasi dibatasi, warga Papua terus dikriminalisasi.

Jelas pemerintah belum mampu dan belum mau mengabarkan berita baik Papua dengan genuine dan memanusiakan manusia-manusia Papua selayaknya manusia. Namun Papua tidak sendiri. Aksi hari ini menunjukkan solidaritas dan dukungan yang besar dari warga Jakarta untuk Papua. Meski kita belum mengetahui bagaimana kabar di Papua yang turut merayakan 1 Desember di sana. KontraS terus menghimbau kepada publik untuk memperkuat solidaritas, mendukung semua model ekspresi damai yang dapat digunakan untuk menyuarakan kabar Papua, karena Papua tidak boleh sendiri.

 

 

Jakarta, 1 Desember 2015

Badan Pekerja KontraS,

 

Haris Azhar, MA

Koordinator

Desember 1, 2015

Belum Ada Kabar Baik Tentang Papua: Pembubaran Aksi 1 Desember di Jakarta, Wajah Brutalitas Polisi Indonesia

Belum Ada Kabar […]
November 24, 2015

Advokat dan Masyarakat Sipil Mendukung Unjuk Rasa dan Mogok Nasional Buruh Tolak PP Pengupahan

Advokat dan Masyarakat […]
November 19, 2015

Pembebasan Filep Karma tanpa Agenda Jelas untuk Papua

Pembebasan Filep Karma […]
November 19, 2015

Gajah Mati, Petani Dikriminalisasi

Gajah Mati, Petani […]
November 14, 2015

Sikap Reaksioner Negara: Daur Ulang Rasa Takut, Sensor dan Pernyataan Bernada Kebencian

Sikap Reaksioner Negara: […]
November 10, 2015

Surat Terbuka Desakan Proses Penyelidikan dan Penyidikan Terkait Dengan Tewasnya Tahanan Polsek Lawalate a/n Sdr. Abudullah di RS Labuang Baji

No       : /SK-KontraS/XI/2015 […]
November 9, 2015

Mendesak Kapolda Jawa Timur Untuk Segera Mengusut Tuntas Pelaku Terror Terhadap Aktivis dan Jurnalis Serta Praktik Tambang Pasir Ilegal di Lumajang

No        : /SK-KontraS/XI/2015 […]
November 9, 2015

Asap Dan Residu Hak Asasi: Jauhnya Pertanggungjawaban Negara Untuk Menghukum Perusahaan Pembakar Hutan Dan Melindungi Hak-Hak Dasar Warga Indonesia

Asap Dan Residu […]
November 9, 2015

Penegakan Hukum Tak Serius, Mafia Tambang Jalan Terus

Penegakan Hukum Tak […]
November 5, 2015

SURAT TERBUKA: Pengesahan dan Pemberlakuan Peraturan Gubernur No 228 Tahun 2015 Merupakan Bentuk Pelanggaran Serius terhadap Hak atas Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat

No        : /SK-KontraS/XI/2015 […]